بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
{AJARAN KAUM SUFI}
Karya
Ibn Abi Ishaq Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ya’qub Al-Bukhari Al-Kalabadzi
31.
MENGENAI ILMU-ILMU SUFI TENTANG KEADAAN-KEADAAN (AHWAL)
Saya
katakan (dan semoga Tuhan menjadi penolong saya) : Ketahuilah, bahwa ilmu-ilmu
Sufi adalah ilmu-ilmu mengenai keadaan-keadaan ruhani, dan bahwa
keadaan-keadaan ini merupakan warisan dari tindakan-tindakan, dan hanya dialami
oleh orang-orang yang tindakan-tindakannya benar.
Nah, langkah pertama menuju perbuatan yang
bernar adalah mengetahui ilmu-ilmu yang menyangkut masalah itu, yaitu
peraturan-peraturan yang sah yang terdiri atas prinsip-prinsip hukum (fiqh)
yang mengatur cara-cara salat, berpuasa dan tugas-tugas keagamaan lainnya, juga
mengetahui ilmu-ilmu sosial yang mengatur perkawinan, perceraian,
transaksi-transaksi dagang, dan masalah-masalah lain yang mempengaruhi
kehidupan manusia, yang oleh Tuhan telah ditetapkan dan ditentukan sebagai
hal-hal yang diwajibkan.
Semua itu
merupakan ilmu-ilmu yang bisa didapatkan dengan jalan mempelajarinya; dan sudah
menjadi kewajiban manusia untuk berusaha mencari ilmu ini dan aturan-aturannya,
sepanja g dia mampu mencari hingga batas kemampuan akalnya sebagai manusia,
setelah dia mendapat dasar yang menyeluruh dalam ilmu agama dan cara-cara
memahami Al-Qur’an, Sunnah serta konsensus para salaf sampai batas memahami
doktrin yang benar dari Muslim Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Jika
Tuhann menolongnya memperoleh pencapaian yang lebih tinggi daripada ini,
sehingga dia bisa membuang segala keraguan pandangan atau pemikiran yang
menimpanya, hal itu bagus sekali; tapi, bahkan jika dia berrpaling dari
pemikiran-pemikiran jahat dengan mecari perlindungan dari kesseluruhan
pengetahuan yang dimilkinya, dan menghindari pandangan yang melawannya dan yang
menjauhkannya dari (Tuhan), maka itu merupakan bagian yang cukup sesuai untuk
dirinya, jika memang Tuhan menghendaki; sebab dia disibukkan dengan pelaksanaan
pengetahuannya dan dia melaksanakan itu menurut apa yang diketahuinya.
Oleh
karena itu, yang paling penting adalah bahwa dia harus tahu mengenai
kejahatan-kejahatan jiwa, dan benar-benar mengenal jiwa itu, pendidikannya, dan
penempaan akhlaknya; dia juga harus tahu mengenai tipu-tipu muslihat musuh dan
godaan-godaan dunia ini serta cara-cara untuk menjauhkan diri darinya.
Ilmu ini merupakan ilmu tentang kebijaksanaan
(hikmah). Kalau jiwa itu ditegur dengan sepantasnya, dan kebiasaan-kebiasaannya
diubah, kalau dia diajari tata cara ketuhanan dengan menguasai
anggota-anggotanya dan menjaga jari-jari serta indera-inderanya, maka akan
mudah bagi seseorang untuk mengubah akhlaknya dan memurnikan bagian-bagian
lahirnya, sehingga dia tidak lagi terkungkung dalam urusan-urusannya sendiri
dan menghindar serta mengelakkan diri dari dunia ini.
Kalau sudah begitu maka, orang itu akan bisa
mengawasi pikiran-pikirannya dan memurnikan bagian-bagian lahirnya; dan inilah
ilmu ma’rifat itu. Di balik itu adalah ilmu-ilmu pemikiran, ilmu-ilmu
perenungan dan wahyu; semua ilmu ini seluruhnya terdiri atas ilmu isyarat
(isyarah), dan inilah yang merupakan ilmu utama yang dimiliki oleh orang-orang
sufi, yang mereka dapatkan setelah mereka menguasai semua ilmu yang telah kami
sebut sebelum ini. Istilah ‘Isyarat” diberrikan kepada ilmu ini; karena
perenungan yang dinikmati oleh hati, dan wahyu yang diberikan kepada kesadaran
(sirr) tidak dapat diungkapkan secara harfiah; hal itu harus dipelajari lewat
pengalaman nyata akan yang gaib, dan hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang
telah mengalami keadaan-keadaan gaib ini serta hidup dalam keadaan-keadaan itu.
Sa’id ibn
al-Musayyib meriwayatkan dari Abu Harairah, bahwa Nabi berkata : “Sesungguhnya,
sebagian pengetahuan itu berkenaan dengan sesuatu yang tersembunyi, yang bisa
diketahui oleh mereka yang mengenal Tuhan. Kalau mereka membicarakan mengenai
ilmu itu, maka hanya orang-orang yang tidak mengindahkan Tuhan saja yang tidak
menyetujuinya.”
Penuturan
berikut adalah dari Abdul Wahid ibn Zaid : “Aku bertanya kepada al-Hasan
mengenai ilmu batin, dan dia menyahut, aku bertanya kepada Hudzaifah mengenai
ilmu batin, dan dia menyahut, aku bertanya kepada Rasul Allah mengenai ilmu
batin, dan dia menyahut,aku bertanya kepada Jibril megenai ilmu batin, dan dia
menyahut, dan aku bertanya kepada Tuhanmengenai ilmu batin, dan Dia berfirman :
“Itu adalah rahasia dari rahasia Ku; Aku menanamkannya di dalam hati hamba-Ku
dan tak satu makhluk-Ku pun yang memahaminya.” Abul Hasan ibn Abi Dzar mengutip
puisi berikut dari Al-Syibli dalm bukunya “Minhaj al-Din :
Ilmu
orang-orang Sufi itu tak terrbatas;
Ilmu yang
tinggi, mulia suci;
Di
dalamnya hari para syekh tenggelam dalam-dalam,
Dan
manusia yang andai, menghargainya dengan tanda itu.
Nah,
setiap tingkatan itu ada awal dan akhirnya; dan di antara yang dua itu ada
berbagai keadaan. Setiap tingkatan ada ilmunya sendiri, dan setiap keadaan itu
ada isyaratnya sendiri. Dalam setiap tingkatan, ada satu penegasan dan satu
sangkalan; tapi tidak semua yang disangkal di dalam satu tingkatan itu
disangkal pula di dalam tingkatan yang sebelumnya; begitu pula, tidak semua
yang ditegaskan di dalam satu tingkatan akan di tegaskan di dalam tingkatan
sesudahnya.
Ini sesuai dengan perkataan Nabi : “Jika
seseorang tidak memiliki keimanan, maka dia tidak memiliki iman.” Ini menunjuk
pada iman dari keimanan itu, bukan iman dari kepercayaan keagamaan. Nah,
oarng-orang yang ditegus ini merasakan hal ini, sebab mereka telah berada dalam
tingkatan keimanan atau telah melewati tingkatan itu; Nabi memahami keadaan
jiwa mereka, maka Beliau menjelaskan diri Beliau kepada mereka. Nah, jika orang
yang sedang berbicara itu tidak mengindahkan keadaan kejiwaan para
pendengarnya, tapi hanya menguraikan secara terperinci ssuatu tingkatan yang
menegaskan dan menyangkal, maka ada kemungkinan bahwa di antara para
pendengarnya ada orang yang belum pernah berada dalam tingkatan itu; apa yang
disangkalnya bisa jadi telah ditegaaskan di dalam tingkatan pendengar itu,
shinga dia akan beranggapan bahwa pembicaran itu telah menyangkal suatu yang
oleh pengetahuan ditegaskan; dan bahwa dia kalau tidak berbuat suatu kesalahan,
telah jatuh ke dalam bid’ah, atau bahkan telah terelempar ke dalam kekafiran.
Karena adanya peristiwa seperti itu, maka tokoh-tokoh Sufi mencari
ungkapan-ungkapan teknis untuk ilmu-ilmu mereka, yang mereka pahami dalam
lingkungan mereka sendiri; ungkapan-ungkapan itu mereka gunakan sebagai kode,
yang akan bisa dimengerti oleh sesama Sufi, tapi tidak bisa dimengerti oleh
pendengar mana pun yang belum pernah berada dalam tingkatan yang sama.
Karenanya, pendengar itu akan melakukan salah satu dari kedua hal berikut : Dia
menganggap baik pembicara itu dan menerimanya serta menyalahkan dirinya sendiri
karena kekurang-mengertiannya sehingga dia tidak sanggup menangkap maksud
pembicara itu; atau dia menganggap buruk pembicara itu, menganggapnya gila dan
menganggap apa yang dikatakannya merupakan ocehan sinting, dan bahkan jika
pembicara itu memang hanya mengoceh saja, hal itu masih lebih baik daripada
kalau dia menolak dan menyangkal kebenaran.
Seorang
ahli ilmu kalam berkata kepada Abul Abbas ibn Atha : “Ada apa dengan kamu
semua,orang-orang Sufi? Kamu semua telah membuat ungkapan-ungkapan yang kamu
gunakan untuk memohon kepada para pendengarmu dengan cara berbicara yang begitu
aneh, dan kamu meninggalkan cara berbicara yang biasa. Bukankah ini tidak lain
ditujukan untuk mendatangkan kekacauan, atau menyembunyikan sebuah doktrin yang
keji? Abul-Abbas menyahut : “Kami melakukan ini hanya karena kami waspada
terhadap Dia, dan karena kekuasaan-Nya atas kami, sehingga yang lain-lain tidak
akan dapat mencicipi (kegembiraan yang diungkapkan dengan) (istilah-istilah)
ini.” Lalu dia mulai menyitir puisi sebagai berikut :
Inilah
hal terbaik yang pernah diwahyukan oleh Allah;
Dan kami
ungkapkan, tapi pada kami sendiri tetap tersembunyi;
Satu
kebenaran yang menyingsing yang, bagai si pecinta, diucapkan dari bibir ke
bibir.
Dalam
cahanya sendiri, ku bungkus dia rapat;
Dan ku
sembunyikan, kalau-kalau ada orang yang tak mengenal kedalamannya.
Membukanya,
dan dengan ungkapan-ungkapan kasa membuang;
Keindahan
kejiwaannya; atau, orang yang tak pandai
Memahaminya,
tidak, tan sampai sepenuhnya,
Akan
dibawanya itu dengan tangannya, dan diumumkannya;
Dan
kebodohan akan menyebar karena tipuannya;
Dan
pengetahuan akan hilang selamanya, dan keindahannya;
Akan
lenyap; jejaknya terkubur dalam pasir yang mengalir.
Puisi
yang berikut ditukan untuk orang yang sama :
Kala
orang awam menanyai kai;
Kami
menjawab mereka dengan tanda-tanda rahasia;
Serta
teka-teki gelap, sebab lidah manusia itu..
Tidak
mampu mengungkapkan kebenaran yang begitu tinggi,
yang
jangkauannya..
Melewati
ukuran manusia ; tapi hatiku..
Telah
mengenalnya, dan mengenal kegairahannya..
Yang
menggetarkan dan mengisi tubuhku,
Setiap
bagian..
Tanpa
melihat engkau, perasaan gaib ini menangkap
Seni
berbicara yang asasi, sebagai orang yang tahu..
Menaklukan
dan membungkam musuh yang ummi.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.