بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
{AJARAN KAUM SUFI}
Karya
Ibn Abi Ishaq Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ya’qub Al-Bukhari Al-Kalabadzi
AJARAN KAUM SUFI MENGENAI MAZHAB-MAZHAB YANG SAH
Berkenaan
dengan masalah-masalaha yang menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli
hukum, tokoh-tokoh Sufi mencari jalan yang lebih hati-hati dan konservatif, dan
sebisanya mengikuti konsesus kedua pihak yang saling bertentangan itu.
Mereka beranggapan bahwa perbedaan-perbedaan
di antara para ahli hukum itu akan mendatangkan kebenaran, dan bahwa tak satu
pihak pun yang benar-benar bertentangan dengan yang lainnya.
Dalam
pandangan mereka, setiap orang yang berusaha mencari kebenaran (berijtihad) itu
benar adanya, dan setiap orang yang memegang prinsip tertentu dalam hukum
sebagai yang benar, lewat analogi dengan prinsip-prinsip serupa yang ditetapkan
dan al-Qur’an dan Sunnah, atau lewat penggunaan penafsiran secara bijaksana,
adalah benar dalam memegang kepercayaan yang semacam itu.
Tapi jika
seseorang tidak memiliki dasar yang cukup kuat dalam hukum, maka dia meski
tunduk kepada keputusan ahli-ahli hukum terdahulu yang dianggapnya lebih
pandai, yang penilaiannya dianggap tegas olehnya.
Mereka
percaya akan kemustajaban doa mereka, sebab dalam pandangan mereka hal ini
merupakan jalan yang baik, asal orang itu yakin mengenai saat yang tepat dalam
melakukannya, dan begitu pula pada kemustajaban pelaksanaan semua tugas
keagamaan pada waktu-waktu yang semestinya. Mereka tidak mengizinkan adanya
pemendekan, penangguhan atau penghilangan , kecuali dengan alasan yang tepat.
Mereka
setuju, bahwa kalau sedang bepergian, orang boleh memendekkan sembahyangnya,
tapi jika dia terus-menerus pergi dan tidak memiliki tempat tinggal yang tetap,
maka dia harus melaksanakan sembahyang dengan penuh.
Mereka beranggapan bahwa orang boleh
membatalkan puasa. Mereka menafisrkan prinsip “kemampuan”, dalam hubungannya
dengan kewajiban pergi ke tanah suci, dalam arti yang paling luas, dan tidak
membatasai syarat-syaratnya pada pemilikan perbekalan dan jumlahnya.
Ibn Atha
berkata : “Kemampuan itu terdiri atas dua hal : Keadaan dan kekayaan. Jika
seseorang tidak memiliki keadaan yang diperlukan untuk menunjangnya, maka
kekayaannya akan bisa menolongnya untuk mencapai hal itu.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :