بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
49.
SIMA’
(mendengarkan dan menyimak)
Allah swt. berfirman :
“Sebab itu sampaikanlah
berita-berita gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan
lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.” (Qs. Az-Zumar :17-8).
Huruf Alif dan Laam pada kata
al-Qaul di atas mengandung pengertian umum dan menyeluruh (ta’mim wal
istighraq). Sedangkan dalil di atas menekankan bahwa Alalh swt. memuji kepada
mereka karena mengikuti kata-kata paling baik.
Allah swt. berfirman :
“Maka, mereka berada dalam taman
surga, senantiasa bergembira.” (Qs. Ar-Ruum:15).
Dalam sebuah tafsir, ditegaskan
bahwa ayat tersebut menunjukkan dalilnya Sima’ (mendengarkan dan menyimak).
Ketahuilah, bahwa mendengar
(sima’) syair dengan anda yang indah, apabila pendengar tidak meyakini, syair
itu tidak menjurus pada hal-hal yang haram, dan tidak mendengarkan sebagai
obyek yang tercela dalam syariat, tidak pula menarik pada emosi hawa nafsu,
tidak pula memberi peluang pada nafsunya, maka penyimakan tersebut
diperkenankan secara umum.
Tidak ada perbedaan pandangan,
adanya beberapa syair yang didendangkan di hadapan Rasulullah saw. Rasul saw.
menyimaknya, bahkan tidak mengingkari mereka dalam mendedangkan syair tersebut.
Apabila menyimaknya tanpa nada yang indah diperkenankan, hukum pun tidak
berubah, yakni didendangkan dengan nada yang indah. Inilah realitas
situasionalnya. Lalu, bagi para penyimak terdorong mencintai kepatuhan dan
mengingat apa yang telah dijanjikan Allah swt. bagi hamba-Nya yang bertakwa,
dalam derajat-derajat yang lebih tinggi. Penyimak tersebut dimungkinkan sekali
agar bisa menjaga dari kesalahan-kesalahan, menyampaikan kepada hatinya
seketika, sebagai kejernihan intuitif, dicintai oleh Agama, dan dipilih oleh
syariat. Sebab pernah ada sabda Rasulullah saw. yang mendekati bait-bait syair,
walaupun Rasul saw, tidak bermaksud membaut syair.
Anas bin Malik r.a. berkata :
“Ketika orang-orang Anshar menggli parit-parit, mereka mendendangkan syair :
Kamilah orang-orang baiat
Kepada Muhammad
Untuk berjuang sepanjang hayat.
Kemudian Rasulullah saw. menjawab
:
Duhai Allah, tiada kehidupan
sejati
Melainkan kehidupan akhirat.
Muliakanlah orang-orang Anshar
Dan Muhajirah.”
Wanacan yang keluar dari Rasul
saw. tersebut bukanlah wacana syair, tetapi mendekati bahasa syair. Sejumlah ulama
salaf dan para tokohnya terbiasa mendengarkan bait-bait syair yang didendangkan
dengan lagu.Di antara yang memperbolehkan mendendangkan dengan lagu adalah Imam
Malik bin Anas, dan Ulama Hijaz. Mereka semua memperkenankan nyanyian.
Sedangkan nyanyianyang digunakan
oleh penggembala untuk gembalanya (hida’) mereka sepakat atas kebolehannya.
Banyak haids dan atsar sahabat yang berkaitan dengan nyanyian tersebut. Sebuah
riwayat dari Ibnu Jurayj, bahwa dia memperkenankan Sima’. Lalu dikatakan
padanya : “Bila kelak hari kiamat engkau dendangkan, kemudian didatangkan
kebajikan dan keburukanmu, maka pada dua sisi yag mana posisi sima’ Anda?”
Beliau menjawab : “Bukan dalam kebajikan, juga bukan dalam keburukan.” Artinya,
Jurayj menggolongkan sebagai perbuatan mubah.
Sementara Imam Asy-Syafi’y r.a.
tidak mengharamkan penyimakan lagu-lagu syair. Hanya saja makruh bagi orang
awam, walaupun lagunya tidak digubah, atau sepanjang penyimakannya diarahkan
untuk permainan yang bsia menolak kesaksian, digunakan untuk hal-hal yang bsia
menjatuhkan harga diri, dan tidak dipertautkan untuk hal-hal yang diharamkan,
maka tetap makruh. Namun, yang dimaksud dengan Sima’ oleh kalangan Sufi
bukannya demikian. Sebab mereka jauh dari penyimakan yang bersifat main-main
untuk kesenangan, atau duduk untuk kegiatan penyimakan dengan hati yang alpa,
ataupun dalam hatinya mengandung khayalan kehampaan, bahkan tidak melakukan
penyimakandalam bentuk yang tidak proposional.
Ibnu Umar meriwayatkan beberapa
haids seputar diperbolehkannya Sima’. Riwayat lain dari Abdullah bin Ja’far bin
Abu Thalib, dan riwayat dari Umar – semoga Allah swt. meridhai mereka.
Lagu-lagu untuk gembala dan yang lain juga diperbolehkan. Beberpa syair
didendangkan di hadapan Nabi saw. dan Beliau tidak menolaknya. Bahkan dari
riwayat Nabi saw. pernah mendendangkan beberapa syair.
Dalam riwayat masyhur yang jelas,
Nabi saw. pernah memasuki tempat Aisyah r.a. dan didalam rumah itu ada dua
jariyah yang sedang menyanyi. Nabi pun tidak melatangnya.
Sebuah riwayat dari Aisyah r.a.
bahwa Abu Bakr r.a. memasuki rumah Aisyah, sementara di rumah itu ada dua
penyanyi wanita yang menyanyikan lagu tentang kalangan Anshar yang bertikai
dalam perang Bu’ats. Abu Bakr r.a. berkata : “Seruling-seruling setan!
Seruling-seruling setan! Latas Nabi saw. bersabda : “Biarkan saja kedua
penyanyi itu wahai Abu Bakr, karena setiap bangsa memiliki perayaan. Dan
perayaan kita adalah hari ini.” (H.r. Bukhari).
Juga riwayat dari Aisyah r.a.
bahwa suatu ketika kerabat dari sahabt Anshar menikah, kemudian Nabi saw.
datang, dan bertanya : “Kau hadirkan gadis-gadis?” Aisyah menjawab : “Benar”
Nabi saw. bertanya : “Engkau suruh orang yang menyanyi?” Aisyah menjawab :
“”Tidak” Maka Nabi saw. bersabda : “(Betapa indahnya) seandainya engkau suruh
orang yang mendendangkan : “Kami telah datang untuk kalian, kami telah datang
untuk kalian; maka kehidupan kami adalah menyemarakkan kehidupan kalian.”
Rasulullah saw. bersabda :
“Baguskanlah Al-Qur’’an melalui
suara-suara kamu sekalian. Sebab suara yang bagus akan menambah kebagusan
Al-Qur’an.” (H.r. Ibnu ‘Azib, dan ditakhrij ad-Daramy).
Semua ini menunjukkan keutamaan
suara yang indah. Rasulullah saw. juga bersabda : “Setiap sessuatu memiliki
perhiasan, sedangkan perhiasan Al-Qur’an adalah suara yang indah.” (H.r. Anas
dan dikeluarkan oleh adh-Dhiya’ Abdurrazaq dalam kumpulan Haditsnya).
Sabdanya lagi : “Dua suara yang
dilaknati : Suara umpatan “Celaka” ketika sedang mendapati musibah, dan suara
seruling yang menghanyutkan.” (H.r. Al-Bazzar dan adh-Dhiya’ dari Anas bin
Malik).
Pengertiannya, bahwa nada indah
dierbolehkan kecuali dalam dua suara tersebut. Jika tidak demikian,
pengecualiannya dibatalkan. Hadits-Hadits soal ini cukup banyak. Bila menambah
kadar dengan menyebutkan sejumlah riwayat-riwayat yang ada, akan mengesampingkan
maksud ikhtisar ini.
Diriwayatkan ada seseorang yang
mendendangkan syair di depan Rasulullah saw.
Kuterima kebahagiaan untuknya
Dua bentangan bagai manik hitam
Ia kembali, dan kukatakn apdanya
Sedang hati dalam nyala membara
Salahkah aku, berdosakah
Jika kurindukan dia?
Maka Rasulullah saw. menjawab :
“Tidak”.
Inilah, bahwa keindahan suara
termasuk nikmat Allah swt. pada pemiliknya. Allah swt. berfirman : “Allah
menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.” (Qs. Faathir : 1).
Dalam tafsir dijelaskan bahwa tambahan pada ciptaan-Nya itu adalah suara merdu.
Allah swt. mencela suara yang
buruk. Firman-Nya : “Sesungguhnya, seburuk-buruk suara adalah suara himar.”
(Qs. Luqman :19).
Hati selalu menikmati dan merindu
pada suara yang merdu, rasa tenteram akan muncul karena suara merdu, sesuatu
yang tak bisa diinkgari. Si bocah akan tenang bila mendengar nyanyian yang
merdu. Begitu pula unta akan berjalan ringan walaupun membawa beban berat. Bila
mendengarkan suara-suara yang menghiburnya. Allah swt. berfirman : “Apakah
mereka tidak melihat bagaimana unta diciptakan?” (Qs. Al-Ghaasyiyah :17). Dan
Rasulullah saw. juga bersabda :
“Allah swt. belum pernah
mengizinkan terhadap sesuatu apap pun sebagaimana pemberian izi terhadap
seorang Nabi, yang melaggikan bacaan Al-Qur’an.” (H.r. Abu Hurairah, dan
dikeluarkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ahmad dalam
Musnad-nya).
Dikisahkan, bahwa nabi Daud as.
Ketika sedang membaca kitab Zabur, manusia dan jin, burung dan binatang buas
selalu menyimaknya.
Rasulullah saw. bersabda tentang
Abu Musa al-Asy’ary : “Dia telah diberi seruling dari seruling Daud.” Dan
Mu’adz berkata kepada raslullah saw. : “Bila engkau tahu, engkau mendengar,
niscaya aku akan memperindahkannya untukmu dengan perhiasan yang benar-benar
indah.”
Abu Bakr Muhammad ad-Dinawary
ad-Duqqy mengisahkan : “Aku sedang berada di apdang pasir, kebetulan aku
berjumpa dengan kabilah Arab. Salah seorang di antara mereka menjamuku. Kulihat
di sana ada seorang budak berkulit hitam sedang diikat, dan aku juga melihat
beberapa unta yang mati di halaman rumah. Budak itu berkata padaku : “Anda
malam ini sebagai tamu. Dan Anda di mana tuanku sungguh mulia. Karena itu
tolonglah aku. Dia pasti tidak bisa menolak.” Maka kukatakan kepada pemilik
rumah : “Aku tau menyantap makananmu, kecuali Anda mau melepaskan ikatan pada
budak ini.” Maka tuan si budak itu menjawab : “Si budak ini telah memiskinkan
dan menghancurkan hartaku.” Aku bertanya : “Apa yang dilakukan?” Dia menjawab :
“Budakku ini memiliki suara yang merdu. Sedangkan aku hidup dari tenaga
unta-unta ini. Lalu unta ini dibebani dengan beban yang amat berat, dan
berjalan kencang hingga menempuh perjalanan yang seharusnya ditempuh tiga hari,
hanya ssehari saja ditempuhnya. Ketika beban-beban itu diturunkan unta-unta itu
pun mati semua. Tapi terserah apdamu!” Tali yang mengikat budak itu pun di
lepas. Esok harinya aku ingin mendengarkan suaranya yang konon merdu itu. Si
budak itu diperintah untuk menghalau unta dengan nyanyian merdunya, menuju
sebuah sumur di ujung sana yang bisa untuk tempat minumnya. S budak itu pun
menghalaunya. Dan unta itu pun menoleh ke arah wajahnya, sembari memberot tali
yang mengikatnya hingga putus. Sungguh aku tak menduga, kalau aku telah
mendengarkan suara yang amat merdu, kemudian unta itu menderum ke
arahku, sampai akhirnya si budak itu mengisyaratkan agar diam.”
La-Junayd ditanya : “Bagaimana
suasana orang yang kondisinya tenang, lalu ketika mendengarkan sima’ tiba-tiba
hatinya risau.” Maka, al-Junayd menjawab : “Sesungguhnya Allah swt. ketika
berfirman kepada benih dalam perjanjian yang pertama, melalui firman-Nya, --
Bukankah aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : “Benar (Engkau Tuhan kami) ---
sehingga arwah menjadi segar mendengarkan Kalam. Ketika mereka mendengarkannya,
ingatan akan sima’ tersebut telah menggerakkan mereka.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq berkata : “Sima’ itu haram bagi orang awam, karena nafsunya masih
ada. Sementara diperbolehkan bagi orang-orang zuhud, sebab dengan dima’ mereka
meraih mujahadahnya. Seperti bagi kalangan kita, sangat dianjurkan, karena bisa
membuat hati merasa hidup.”
Al-Harits bin Asad al-Muhashiby
berkata : “Tiga perkara, bila kita menjumpai, kita merasa nikmat, dan apda
ketiganya kita telah kehilangan : “Wajah yang bagus dengan disertai
perlindungan; suara merdu disertai sikap religius; dan persaudaraan yang baik
disertai tepat janji.”
Dzun Nuun al-Mishry ketika
ditanya tentang suara merdu, beliau menjawab : “Perkataan-perkataan dan
isyarat-isyarat yang dititipkan Alalh kepada setiap laki-laki yang baik dan
perempuan yang baik.” Ditanya pula tentang sima’, jawabnya : “Bisikan Haq yang
membangkitkan kalbu kepada Yang Haq. Siapa yang menyimak penuh perhatian dengan
sebenarnya akan nyata benar. Dan siapa yag menyimak dengan nafsu, akan menjadi
Zindiq.”
Al-Junayd berkata : “Kasih sayang
akan turun kepada orang-orang fakir dalam tiga tempat ketika sedang sima’.
Sebab mereka tidak menyimak kecuali dari suara yang benar dan mereka tidak
berbicara kecuali dari intuisi. Dan ketika mereka makan-makanan, mereka tidak
makan kecuali ketika lapar; ketika mereka sedang meraih ilmu, mereka tidak
mengingat-ingat kecuali ingat pada sifat para wali.”
Al Junayd berkata : Sima’ bisa
menjadi fitnah bagi yang berambisi. Dan menjadi ringan bagi yang menjumpainya.”
Dia juga berkata : “Sima’ butuh tiga hal : Zaman, tempat dan sejumlah teman.”
Dulaf as0Syibly ditanya mengenai
Sima’, dia menjawab : “Secara llahiriah adalah fitnah, sedangkan batinnya
adalah pelajaran. Siapa yang mengenal isyarat, ia boleh menyimak pelajaran.
Jika tidak, berarti ia mengundang fitnah dan menawarkan terhadap bencana.”
Dikatakan : “Sima’ tidak layak,
kecuali pada orang yang nafsunya telah mati dan hatinya telah hidup. Nafsunya
disemebelih dengan pedang mujahadah, sedang hatinya dihidupkan oleh cahaya
keserasian (Dengan Allah swt).”
Abu Ya’qub Ishhaq an-Nahrajury
ditanya soal sima’, dia menjawab : “Suatu tingkah aku yang mendorong kembali
kepada rahasia jiwa dari sisi peleburan.”
Dikatakan : “Sima’ merupakan
nuansa lembut di sisi arwah bagi ahli ma’rifat.”
Saya mendengar syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq r.a. lberkata : “Sima’ adalah watak, kecualid ari arah syariat, dan
asing kecuali dari yang benar, dan fitnah kecuali dari sisi pelajaran.”
Disebutkan, sima’ ada dua macam :
“Sima’ dengan syarat adanya pengetahuan dan kesadaran. Di antara syarat
pemiliknya adalah mengenal Asma’ dan Sifa-sifat. Bila tidak, sima’ akan
emnceburkan dalam kekufuran murni. Dan berikutnya adalah sima’ dengan syarat
adanya tingkah ruhani. Syarat penyimaknya haruslah fana’ dari segala tingkah
laku kemanusiaan, dan bersih dari pengaruh-pengaruh duniawi, dengan menampilkan
aturan-aturan hukum hakikat.”
Diriwayatkan dari Ahmad bin Abdul
Hawary, yang mengatakan : “Aku bertanya kepada Abu Sulaiman tentang sima’, maka
beliau menjawab : “Di antara dua yang paling kucintai dibanding satu.”
Abu Husain an Nury ditanya
tentang Sufi, maka jawabnya : “Siapa yang mendengar sima’, dan memberi pengaruh
kepada sebab-sebab yang ada.”
Abu Utsman Said al-Maghriby berkata
: “Siapa yang mengaku telah melakukan penyimakan, sementara dia tidak mendengar
suara burung dan gerat-gerit pintu, serta guncangan angin, maka dia itu adalah
si fakir yang mengaku-aku.”
Ibnu Zair mempunyai seorang
syeikh utama dari salah seorang murid al-Junayd. Ketika aedang menghadiri
majelis sima’ maka bila berkenan ia membeberkan sarungngya dan duduk. Lantas
berkata : “Sfi beserta hatinya, walaupun tidak menganggap kebaikannya.” Dia
juga berkata : “Sima’ hanya bagi yang memiliki nurani hati.” Sambil berkata
bagitu dia berjalan dan mengambil sandalnya.
Ruwaym bin Ahmad ditanya mengenai
ekstase para Sufi ketika sedang sima’, dia berkata : “Mereka menyaksikan
makna-makna yang lenyap dari yang lain, lalu Anda mengisyaratkan kepada mereka
yang tertuju padaku. Lantas mereka mencegah agar tidak terlalu gembira.
Kemudian datanglah tangis, sehingga kegembiraan itu berubah tangisan. Di antara
mereka ada yang merobek bajunya, ada pula yang berteriak, ada yang menangis;
masing-masing menurut kadar keterikatan hatinya (dengan Tuhannya).”
Al-Hushry berkata : “Apa yang
harus kulakukan dengan simma’ yang terputus, apabila orang yang sedang menyimak
memutuskannya?” Karrena itu selayaknya dalam penyimakan Anda selalu bersambung,
tidak terputus.” Dia juga berkata : “Syogyanya ia merasa dahaga selamanya,
minum (ruhani) selamanya. Bila minumnya bertambah, bertambah pula dahaganya.”
Mujahid dalam menafsirkan firman
Alalh swt. : “Maka mereka dalam tamansurga, senantiasa bergembira.” (Qs.
Ar-Ruum :15). Maksudnya adalah sima’ terhadap bidadari dengan suara-suaranya
yang merdu sekali : “Kami adalah bidadari-bidadari yang abadi, tak akan pernah
mati selamanya. Kami adalah kenikmatan-kenikmatan yang tak pernah putus
selamanya.”
Dikatakan, sima’ adalah
panggilan, sedangkan ekstase adalah tujuan.
Abu Utsman Sa’id ash-Sha’luky
berkata : “Orang yang menyimak berada di antara tirai dan ketampakkan : Tirai
mendorong rasa dahaga, sedangkan penampakkan mewariskan rasa riang. Tirai telah
melhirkan gerakan para penempuh, yaitu wahana kelemahan dan ketakberdayaan.
Sementara penampakkan, melahirkan ketenangan orang-orang yang sampai
kepada-Nya, yaitu wahana istiqamah dan ketenangan. Itulah sifat menghadirkan di
hadirat Ilahi. Di dalamnya tiada lagi kecuali layu di bawah bisikan-bisikan
rasa takut bercampur hormat.” Allah swt. berfirman :
“Maka tatkala mereka menghadiri
pembacaan (nya) lalu mereka berkata : “Diamlah kamu (untuk
mendengarkannya)>” (Qs. Al-Ahqaf : 29).
Abu Utsman Sa’id al-Hiry berkata :
“Sima’ ada tiga arah : satu arah bagi para murid dan para pemula, mereka
sama-sama meminta kemuliaan dengan tingkah laku ruhaninya, dan kami khawatir
mereka terkena fitnah dan riya’. Arah kedua bagi mereka yang menepati
kebenaran, yang menuntut nilai tambah dalam ihwal kondisi ruhaninya, dan mereka
menyimak dari semuanya agar serasi dengan waktu-waktu mereka. Arah ketiga bagi
ahli istiqamah dari kalangan orang-orang yang ma’rifat. Mereka sama sekali
tidak memilih atas apa yang datang dari Allah dalam hatinya berupa gerak
ataupun diam.”
Abu Sa’id Ahmad al-Kharraz
berkata : “Barangsiapa mengaku dirinya terliputi ketika sedang memahami, yakni
dalam sima’ dan gerakan-gerakan selali bersifat naluriah baginya, maka
tanda-tandanya adalah dia memperbaiki tempat duduk yang di sana dia menemukan
ekstase.”
Syeikh Abu Abdurrahman berkata :
“Aku menyebut hikayat ini kepada Sa’id al-Maghriby. Lantas beliau berkata :
“Inilah yang terindah. Tanda-tandanya yang benar, tak tersisa dalam suatu
majelis kecuali rasa riang dengan majelis tersebut, dan tak ada yang
membatalkan di dalamnya kecuali dia merasa tidak senang darinya.”
Bundar ibnul Husain berkata :
“Sima’ terdiri tiga dimensi : Di antara mereka ada yang menyimak melalui
wataknya; ada pula yang menyimak melalui kondisi ruhaninya; dan ada yang
menyimak melalui Allah swr. Orang yang menyimak melalui watak, ada dari
kalangan awam maupun khusus. Sebab salah sati watak manusiawi adalah merasa
nikmat mendengarkan suara merdu. Sedangkan yang menyimak melalui kondisi
ruhani, adalah dia yang merenungkan apa yang tiba padanya, berupacacian dan
khitab, bertemu atau pisah, dekat ataupun jauh, rasa kecewa terhadap apa yang
hilang atau haus terhadap keinginan di masa depan, menepati janji atau
membenarkan/meyakini janji, merusak terhadap janji ataupun ingat kesusahan,
merasa rindu atau takut berpisah, senang bertemu dan takut berpisah, atau yang
sejenisnya. Sedangkan yang menyimak langsung melalui Allah swt. maka dia
menimak bersama dan hanya bagi Alalh set. Sima’ yang terakhir ini tidak bisa
diuraikan dengan kondisi-kondisi ruhani tersebut yang masih tercampur oleh
kepentingan manusiawi, dan masih memunculkan berbagai sebab-sebab langsung.
Maka, bagi kategori yang terakhir tersebut, saling menyimak dari dimensi
kemurnian tauhid terhadap Allah swt. dan sama sekali tidak disertai kepentingan
makhluk.”
Dikatakan : “Ahli sima’ itu ada
tiga tahapan : Pertama, generasi hakikat yang kembali dalam sima’nya bagi
dialog Allah swt. kepada mereka. Selanjutnya ada yang berbicara kepada Allah
swt, melalui hatinya disertai makna-makna yang telah didengarnya. Mereka
dituntut untuk bersikap benar dan jujur terhadap apa yang diisyaratkan menuju
kepada Allah swt. Dan terakhir, adalah si fakir yang menyendiri, yang memutus
hubungan dunia dan bencana. Mereka mendengarkan melalui kemerduan hatinya, dan
mereka lebih dekat dengan keselamatan.”
Abu Ali Ahmad ar-Rudzbary ditanya
tentang sima’ : “Mukasyafah terhadap rahasia batin, dan musyahadah terhadap
Sang Kekasih.” Jawabnya.
Ibrahim al-Khawwa ditanya :
“Bagaimana mengenai orang yang bergerak ketika sima’ terahdap selan Al-Qur’an,
sementara gerakan gerakan itu memang tidak ditemui dalam penyimakan Al-Qur’an?”
Ibrahaim menjawab : “Sebab sima Al-Qur’an merupakan hentakan, dimana seseorang
tidak mungkin bergerak dalam sima’ disebabkan oleh dahsyatnya kekuatannya.
Sedangkan sima’ terhadap ucapan membuatnya riang dan karenanya ia bergerak
dalam sima’ tersebut.”
Al-Junayd berkata : “Bila Anda
melihat si penempuh mencintai Sima’, ingatlah bahwa di dalamdirinya ada
sisa-sisa kebatilan.”
Sahl bin Abdullah berkata :
“Sima’ adalah ilmu yang dipilih oleh Allah swt. dan tiada yang mengetahui
kecuali hanya Dia.”
Dikatakan : “Ketika Dzun Nuun
al-Moshry memasuki Baghdad, para Sufi berkumpul padanya. Di antara mereka ada
yang biasa berbicara. Mereka meminta izin agar diperkenankan membacakan syair
sedikit di hadapannya. Dzun Nuun pun menyilahkan. Lantas orang tersebut
membacakan syairnya :
Kecil asmaramu telah menyiksaku
Bagaimana dengan asmara yang
perkasa?
Engkau telah mengumpulkan dari
kalbuku
Cinta yang benar-benar berpadu
Sedang yang kuwarisi, bagi yang
berduka
Bila tertawa sunyi
Jadilah pecah tangisnya.
Tiba-tiba Dzun Nuun berdiri dan
membenamkan wajahnya. Sementara darah menetes dari keningnya, namun tidak
mentes ke tanah.
Ibrahim al-Maristany ditanya
mengenai gerak dalam sima’ : “Sampai kepadaku kisah Musa as. Yang bercerita
tentang Bani Israil. Di antara mereka ada yang merobek bajunya. Lantas Allah
swt. menurunkan wahyu kepada Musa as. : “Katakan padanya : “Robeklah hatimu
buat Diri-ku, dan janganlah engkau robek bajumu.”
Abi Ali al-Maghazaly pernah
mengutarakan kepada Dulaf asy-Syibly : “Terkadang pendengaranku terketuk oleh
suatu ayat dari Kitab Allah swt. sehingga menggiringku untuk meninggalkan
segala yang ada, berpaling dari dunia, kemudian aku kembali pada ihwal ruhaniku
dan kepada orang pada umumnya.” Maka Dulaf mengomentari : “Apa yang membuatmu
tertarik kepada-Nya adalah hubungan dari-Nya kepadamu dan merupakan kelembutan.
Dan apa yang engkau kembalikan kepada dirimu, adalah kepedulian dari-Nya atas
dirimu. Sebab tidak dibenarkan bagimu berbakti yang muncul dari daya dan
kekuatan ketika menghadap kepada-Nya.
Ahmad bin Muqatil al-‘ikky
berkata : “Aku bersama Dulaf asy-Syibly di sebuah masjid pada salah satu malam
Ramadhan yang penuh berkat. Dia sedang shalat di belakang imam, sementara aku
di sampingnya. Imam membaca sebauh ayat :
“Dan sesungguhnya jika Kami
menghendaki niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami Wahyukan kepadamu.” (Qs.
Al-Israa’ :87).
Tiba-tiba Asu-Syibly menjerit
dengan satu jeritan. Bisa kukatakan, seakan-aan ruhnya terbang dalam keadaan
menggigil.” Ahmad salalu menyampaikan kisah ini kepada teman-temannya, dan
seringkali diulanginya.
Al-Junayd mengisahkan : “Suatu
hari aku masuk ke tempat Sary as-Saqathy dan kulihat ada seorang lelaki yang
pingsan di sisinya. Aku bertanya : “Mengapa dia?” Sary menjawab : “Gara-gara
mendengarkan suatu ayat dari Kitab Allah swt.” Aku katakan : “Coba ulangi
bacaan ayat tersebut untuk kedua kalinya.” Lantas Sary membacanya, dan lelaki
itu pun sadar. Sary bertanya padaku : “Dari mana Anda mengetahui hal itu?” Aku
katakan : “Sesungguhnya baju Yusuf as. Telah membutakan mata Ya’qub, kemudian
mata itu sehat kembali karena baju itu. Aku mengambil pelajaran dari peristiwa
tersebut.”
Abdul wahid bin Alwan berkata
:”Ada seorang pemuda yang berguru kepada al-Junayd. Bila mendengarkan suatu
dzikir dia selalu menjerit. Suatu hari Junayd berkata padanya. “Bila kamu
lakukan hal itu sekali lagi, kamu jangan berguru pada saya lagi.” Sejak saat
itu pemuda itu bila mendengar sesuatu, selalu berubah dan tampak mengekang
dirinya, sampai setiap ujung bulu di badannya meneteskan keringat. Pada suatu
hari ia berteriak sekaut tenaga, hingga meninggal dunia.”
Abu Nashr as-Sarraj berkata : “Sebagian
teman-temanku meriwayatkan kisah padaku, dari Abul Husain ad-Darraj, yang
mengatakan : “Dari Baghdad aku bertujuan ke tempat Yusuf ibnul Husain ar-Razy.
Ketika sampai di Ray, aku menanyakan tempat tinggalnya. Setiap orang yang
kutanya selalu balik bertanya kepadaku, ‘ Apa yang akan Anda lakukan dengan
manusia zindik itu? Sampai akhirnya hatiku gelisah, sehingga aku bermaksud
untuk kembali saja. Lantas aku menginap di sebuah masjid malam itu. “Aku sudah
datang ke negeri ini, tidak da jeleknya kalau aku mengunjunginya.” Kataku dalam
hati. Selanjutnya aku terus bertanya tentang Yusuf, dan akhirnya sampai di
masjidnya. Yusuf sedang dduduk di mahrab, dan di depannya ada seseorang. Tampak
Yusuf sedang membaca mushaf Al-Qur’an. Ternyata dia adalah seorang Syeikh yang
amat kharismatik, tampan dan bagus jenggotnya. Aku mendekatinya, dan
mengucapkan salam padanya. Dia pun menjawab salamku. “Anda datang dari mana?
Tanyanya padaku.” Dari Baghdad, bermaksud ziarah ke tampat syeikh.” Kataku.”
“Jika ada orang yang berkata padamu di sebagian daerah. “Kamu menetap saja di
tempatku, nanti kubelikan rumah atau budak-budak wanita.” Apakah tawaran itu
akan mencegahmu untuk ziarah padaku?” tanya syeikh tersbut. “Wahai tuanku,
Allah tidak mengujiku dengan sesuatu seperti itu. Namun seandainya aku menerima
tawaran mereka, aku tidak tahu bagaimana keadaanku.” Jawabku.
“Baiklah, ucapkan saja sesuatu.” Kata syeikh itu. “Ya” kataku. Lantas
kudendangkan syair :
Kulihat dirimu membangun penuh
ketekunan
Di tanah pinjamanku
Bila aku punya tanah yang tinggi
Tentu robohlah apa yang engkau
bangun.
Syeikh itu lalu menutup mushaf,
terus menerus menangis, sampai baju dan jenggotnya basah. Aku sampai merasa
kasihan padanya, karena terlalu banyak menangis.
Beliau lantas berkata padaku,
“Anakku, jangan engkau cela penduduk Ray, mengenai ucapan mereka tentang diriku
yang zindiq. Sejak waktu shalat tiba, inilah aku sedang membaca Al-Qur’an.
Namun tidak setets pun air mata yang jatuh dari mataku. Kiamat benar-benar
telah tiba dari rumah ini.!.”
Abul Husain ad-Darraj berkata :
“Aku bersama Ibnula Fauthy sedang berjalan melewati Dajlah.” Antara Basrah dan
Ubulan. Tiba-tiba kami melihat vila indah. Di sana ada laki-laki, dan
dihadapannya ada jariyah yang sdang menyanyikan lagu.:
Bagi jalan Allah ada cinta
Yang datang dariku untukmmu,
kelak diganti
Setiap hari kau ikuti
Hanya saja, denganmu lebih indah.
Ternyata ada seorang pemuda yang
mendengarkan di bawah jendela tampak memandang, sambil membawa bejana kulit dan
baju tambalan. Pemuda itu berkata.” Hai Jariyah, demi kehidupan tuanmu, ulangi
kata-kata : Setiap hari kau ikuti. Hanya saja, denganmu lebih indah. Ucapkan
lagi kata-kata itu!.” Jariyah tadi mengulangi kembali baitnya. Sedang si ffakir
itu berkata : “Inilah, demi Allah, ucapan yang mengikatkan ddiriku bersama
Al-Haq.” Lalu pemuda itu menjerit dengan sekali jeritan yang menyebabkan ruhnya
lepas dari tubuhnya. Seketika pemilik vila itu berkata pada jariyah : “Kamu
telah merdeka --- karena Allah swt.”
Para penduduk Bashrah keluar dan
mengurus pemakaman pemuda itu, serta menshalatinya. Pemilik vila tersebut
berkata : “Bukankah kalian semua mengenalku? Aku bersaksi di hadapan kalian
semua, bahwa segala milikkku hanya untuk jalan Allah swt. Semua budak-budakku
merdeka.” Kemudian mereka memakai sarung dan berkain. Vilanya pun disedekahkan.
Selanjutnya ia pergi begitu saja. Sebab setelah peristiwa tersebut ia tidak
menampakkan dirinya, dan tidak pernah terdengar namanya disebut-sebut.
Abu Sulaiman ad-Dimasyqi
mendengarkan panggilan orang yang sedang thawaf : “Duhai, terimalah
penghormatanku untuk-Mu!.” Lalu Abu Sulaiman jatuh pingsan. Saat sadar ia
ditanya, lalu menjawab : “Aku kira ia berkata : “Terimalah, kau lihat
penghormatanku padamu.”
Utbah al-Ghulam mendengar
seseorang bermunajat : “Maha Suci Allah, Tuhannya langit, sungguh sang pecinta
selalu dalam tawanan.” Utbah menyahut : “Kamu benar.” Lantas mendengarkan orang
lain mengucapkan akta-kata yang sama. Utbah menyela : “Bohong kamu!”
Masing-masing individu menyimak dari segi proporsinya.
Ruwayma bin Ahmad ditanya
mengenai para syeikh yang mereka temui dalam sima’. Ruwaym menjawab : “Seperti
sekawanan domba yang kepergok harimau.”
Riwayat dari Abu Sa’id Ahmad
al-Kharraz yang berkata : “Aku melihat Ali ibnul Muwafiq dalam sima’, beliau
berkata : “Beddirikan aku!.” Merekapun membangkitkan, dan ia pun berdiri, lalu
mengalami ekstase dan berkata : “Akulah syeikh para penari.”
Dikatakan, Ibrahim ar-Raqqy
bangkit semalam suntuk hingga subuh. Banun dan jatuh di rumah itu. Sedangkan
orang-orang bangkit sembari menangis. Sedang bait-bait yang dibacakan adalah :
Demi Allah, tolaklah hati yang
duka
Tiada lagi pengganti
Dari kekasihnya.
Al-Husain bin Muhammad bin Ahmad
berkata : “Aku berbakti kepada Sahl bin Abdullah bertahun-tahun. Aku tidak
pernah melihat perubahan pada dirinya, ketika menyimak sesuatu baik dari dzikir
maupun bacaan Al-Qur’an, ataupun yang lain. Ketika akhir hayatnya, dibacakan
suatu ayat :
“Maka pada hari ini tidak
diterima tebusan.” (Qs. Al-Hadid :15).
Tiba-tiba kulihat ia berubah dan
gemetar, hampir saja ia jatuh. Ketika sudah sadar, aku bertanya padanya, lalu
ia berkata : “Duhai kekasih, betapa lemahnya kami....”
Saya mendengar Syeikh Abu
Abdurrahman as-Sulamy berkata : “Aku masuk ke tampat Abu Utsman Sa’id
al-Maghriby, dan ia sedang mengambil air minum dari sumur melalui kerekan
timba, lantas dia berbicara : “Hai Abu Abdurrahman, tahukah engkau apa yang
diucapkan oleh kerekan ini? Kukatakan : “Tidak!” Dia berkata : “Kerekan ini
berbunyi : Allah—Allah.”
Ruwaym berkata : “Riwayat dari Ali
Bin Abu Thalib r.a. bahwa beliau mendengarkan suara lonceng. Lalu beliau
bertanya pada para sahabtnya : Apakah kalian mengerti apayang diucapkan oleh
lonceng itu? Mereka menjawab : “Tidak! Ali berkata : “Sebenarnya lonceng itu
mengucapkan : “Subhanallah, benar, benar, sungguh Tuhan Kekal Abadi.”
Ahmad inbul Karkhy berkata :
“Suatu hari jamaah sufi berkumpull di rumah al-Hasan al-Qazzaz. Di
antara mereka ada beberapa penyair, yang mendedangkan syairnya sembari ekstase.
Lalu Mumsyad ad-Dinawary datang mereka pun terdiam. Mumsyad berkata : “Kalian
terus saja seperti semula! Seandainya seluruh alat permainan dunia dikumpulkan
dalam telingaku, sama sekali tidak mempengaruhi hatiku, atau dijejalkan di
mulut dan gerahamku tiak berpengaruh sama sekali.” Ibnul karkhy melanjutkan :
“Aku mendengar pula ar-Rudzbary berkata : “Kami sampai pada masalah ini,
bagaikan berada di atas mata pedang, sedikit kita terlena ke sana kemari, kita
tercebut di neraka.”
Khayr an-Nassaj berkta : “Mua bin
Imran – semoga shalawat dan salam Allah terlimpah padanya – mengisahkan pada
kaumnya, suatu kisah. Salah satu di antara mereka ada yang menjerit. Kemudian
Muasa as. Membentaknya. Lalu Allah menurunkan wahyu : “Hai Musa, dengan bau Ku,
mereka rasakan semerbak, dengan cinta-Ku mereka membuka, dan dengan
kerinduan-Ku mereka berteriak. Mengapa engkau ingkari semua itu
terhadapTuhanku?”
Dikatakan : “Dulaf asy Syibly
mendengar seseorang berkata, : “Plilihan kebaikan itu sepuluh dibanding
seperenam dirham.” Lalu asy-Syibly berteriak sembari mengatakan : “Bla kebaikan
itu sepuluh dibanding seperenam dirham, bagaimana dengan
kejahatan-kejahatan.”
Dikatakan : “Aun bin Abdullah
punya seorang jariyah yang memiliki suara merdu, Aun menyuruh mendendangkan
lagu. Jariyah itu mendendangkan lagu dengan sura yang memilukan, sampai seluruh
orang yang hadir menangis.”
Abu Sulaiman ad- Darany ditanya
tentang sima’. Dia menjawab : “Setiap kalbu yang menginginkan suara berlagu,
berati hati yang lemah yang perlu diobati, sebagaimana anak kecil yang diobati
dengan lagu-lagu agar segera tidur.” Abu Sulaiman berkata selanjutnya : “Suara
merdu sama sekali tidak merasuk kalbu. Yang menggerakkan kalbu itu adalah apa
yang ada di dalam kalbu.”
Ahmad al-Jurairy berkata :
“Jadilah kalian ini para Rabbaniyyun : Yakni orang-orang yang menyimak dari
Allah dan mengucapkan dengan Alah swt.”
Sebagian Sufi ditanya soal sima’,
jawabnya : “Kilatan yang melintas, kemudian padam. Cahaya yang tampak kemudian
suram. Betapa manusianya bila menetap bersama pemiliknya, walaupun sekejap mata.”
Kemudian ia membaca syair :
Bisikan dalam jiwa, yang mengusik
Bagai gerak kilat yang berkelebat
Lalu hilang
Disa bagimu, jika menuju rahasia
batinku
Dan tercela bagimu, jika kau
lakukan itu.
Dikatakan : “Sima’ memiliki
bagian setiap anggota tubuh. Bila tiba di mata, mata pun menangis. Bila sampai
pada lisan, berteriaklah dia. Ila menyentuh tangan, ia merobek dan memukul. Dan
Bila sampai di kaki, ia akan menari-nari.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq berkata : “Abu Amr bin Nujayd berkumpul bersama Nashr Abadzy serta
para pengikutnya dalam suatu tempat An-Nashr Abadzy mengatakan : “Kukatakan,
bila orang-orang Sufi berkumpul, satu angkat bicara, yang lain diam, itu lebih
baik daripada menggunjing seseorang.” Lantas Abu Amr berkata : “Anda menggunjing
selama tigapuluh tahun, lebih menyelamatkan diri Anda dibanding Anda
menampakkan ruhani dalam sima’ yang sebenarnya bukan pada Nada.” Lalu Syeikh
Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata : “Manusia dalam sima’ terbagi tiga katagori :
Berupaya menyimak (mutasammi’), menyimak penuh perhatian (Mustami’) dan
pendengar (saami’). Mutasammi’ menyimak dengan waktu, dan Mustami’ menyimak
dengan kondisi ruhani, sedangkan Saami’ menyimak dengan Allah swt.”
Saya bertanya pada Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq r.a. tidak hanya sekali, menegnai adanya suatu yang menyerupai
keringanan dalam sima’, dan beliau mengupayakan padaku dengan menekankan adanya
pengendalian dalam sima’. Kemudian setelah beberapa waktu, beliau berkata :
“Sebenarnya para syeikh Sufi berkata : “Sepanjang hatimu disatukan dengan Allah
swt. maka tidak apa-apa.”
Dari Abbas r.a. yang berkata :
“Allah swt. mewahyukan kepada Musa as. : “Aku jadikan dalam dirimu sepuluh ribu
pendengaran, sehingga kamu mendengarkan Kalam-Ku. Dan yang lebih Kucintai apa
yang aa padamu bagi-Ku dan lebih mendekatkan apda-Ku, apabila kamumemperbanyak
shalawat kepaa Muhammad saw.”
Abul Harits al-Aulasy berkata :
“Aku melihat iblis – semoga Allah swt. melaknatnya – dalam mimpi, berada di
atas benteng Aulas. Aku pun di atas atap. Di tangan kana iblis ada
jamaah, begitu pula di tangan kirinya. Mereka memakai pakaian yang
bersih-bersih. Iblis berkata kepada kelompok di antara mereka : “Bicaralah
kalian!.” Mereka pun berbicara dan menyanyikan lagu. Sungguh menegjutkan
kemerduan suara-suaranya, sampai aku ingin meleparkan diriku dari atap.
Kemudian Iblis bicara : “Menarilah kalian semua!” Mereka pun menari dengan
tarian yang paling indah. Lantas Iblis berkata padaku : “Hai Abul Harits, tak
satu pun yang tepat, yang kumasukkan pada kalian, kecuali yang ini tadi.”
Abdullah bin Ali berkata : “Aku
berkumpul semalam bersama Dulaf asy-Syibly r.a. Tiba-tiba ia berkata : “Para
penyair itu adalah sesuatu.” Maka Syibly berteriak dengan ekstase sambil duduk.
Maka kepadanya dikatakan: “Wahai Abu Bakr, ada apa Anda duduk di tengah-tengah
jamaah ini?” Asy-Syibly langsung berdiri dan mengalami ekstase kembali. Lalu
mendendangkan syair :
Bagiku dua kemabukkan, sedang
Teman-teman mabukku hanya punya
satu
Sesuatu yang disitimewakan bagiku
Di antara mereka,
Adalah kesendirianku.
Abu Ali ar-Rudzbary berkata :
“Aku melewati suatu vila. Tiba-tiba kulihat pemuda yang tampan tergeletak di
tengah-tengah orang yang berkumpul di sana. Aku bertanya pada mereka tentang
anak muda itu. Mereka menjawab : “Pemuda ini melewati vila tersebut, dan di
dalam vila itu ada seorang jariyah yang mendedangkan lagu :
Betapa besar cita-cita hamba
Yang berambisi memandang-Mu
Ataukah karena tiada pertimbangan
bagi mata
Untuk melihat orang yang
benar-benar melihat-Mu.
Lalu, tiba-tiba pemuda ini menjerit
dan mati.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :