بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Maulana Syeikh Abdussalam Bin Masyisy
Maulana
Syekh Abdussalam Bin Masyisy “Quthubul Aqthab” : Guru dari Syekh Abu al Hasan
Ali bin Abdillah as Syadzili (Pendiri tarekat Syadziliyah)
Maulana
Syekh Abdussalam Bin Masyisy “Quthubul Aqthab” :
Guru dari Syekh Abu al Hasan Ali bin Abdillah as Syadzili (Pendiri tarekat
Syadziliyah)
Maulana
Syekh Abdussalam bin Masyisy (Rodhiyallahu Anhu), sebagaimana tercatat dalam
kitab at Thabaqat as Syadziliyah al Kubro karangan Syekh Hasan bin Muhammad bin
Qasim at Tazy, merupakan guru dari tiga wali Quthub (pemimpin para wali).
Tiga wali
Quthub yang dimaksud, yaitu :
1. Syekh Ahmad al Badawi (murid Wali Quthub Syekh Abdul Qadir al -Jailani dan
Syekh Ahmad Rifai),
2. Syekh Ibrahim Ad Dusuqi dan
3. Syekh Abu al Hasan Ali bin Abdillah as Syadzili (Pendiri tarekat
Syadziliyah).
Dengan
demikian maka, Maulana Syekh Abdussalam bin Masyisy (Rodhiyallahu Anhu) adalah
"Quthbul Aqthab" (Pemimpinnya para pemimpin wali) :
Maulana Syeikh Abdussalam bin Masyisy bin Malik bin Ali bin Harmalah bin Salam
bin Mizwar bin Haidarah bin Muhammad bin Idris al-Akbar bin Abdullah al-Kamil
bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan as-Sabth bin Ali bin Abi Thalib suami
Fatimah az-Zahra putri Rasulullah SAW.
Syeikh
Abdussalam Ibnu Masyisy lahir pada tahun 559 H bertepatan dengan 1198 M dan
wafat pada tahun 622 H (1261 M). Pada hari beliau dilahirkan, syaikh Abdul
Qadir al-Jilaniy mendengar suara hatif (bisikan ruhani); “Ya syaikh Abdul
Qadir, cermatilah keadaanmu kepada penduduk kota Maroko, sesungguhnya yang akan
menjadi wali Qutub di kota tersebut telah dilahirkan”.
Syeikh
Abdussalam Ibnu Masyisy belajar membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an di
Kuttab (tempat yang digunakan untuk mengajarkan anak-anak kecil membaca,
menulis dan menghafal al-Qur’an) dan dia telah hafal al-Qur’an sejak berumur
kurang dari 12 tahun kemudian pergi menuntut ilmu. Ibnu Masyisy bekerja di
lahan pertanian seperti penduduk kampung lainnya dan tidak bergantung kepada
orang lain dalam mengatur urusan kehidupannya. Dia menikahi anak perempuan
pamannya (pamannya bernama Yunus), dari pernikahannya ini dikarunia empat orang
anak laki-laki: Muhammad, Ahmad, Ali, Abdus Shamad dan satu orang anak
perempuan: Fatimah.
Syeikh
Abdussalam Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga memiliki kezuhudan yang
tinggi, Allah swt menyatukan dalam dirinya dua kemulian, dunia dan Agama, serta
menjaga keutamaan keyakinan yang haqiqi. Dan Syeikh Abdussalam Ibnu Masyisy
mendapatkan keberhasilan atas kesungguhan kemauan dan cita-citanya, seorang
yang tidak pernah menyimpang dari jalan syari’at sehelai rambut pun, berpegang
teguh pada Agama dan menyampaikan keutamaan-keutamaannya.
Selama
hidupnya ia memiliki kesungguhan dan kemauan yang keras dalam menuntut ilmu
serta menjaga Awrad (baca'an-bacaan zikir dan doa) hingga sampai ke jalan
menuju makrifah kepada Allah swt . Dalam bidang ilmu pengetahuan salah satunya
ia berguru pada Syekh yang di juluki "Aqtharaan", dimakamkan di
daerah Abraj dekat pintu Tazah. Dalam bidang tasawuf di antara para gurunya
adalah Syekh Abdurrahman bin Hasan al-'Aththar yang terkenal dengan
"az-Ziyyaat". Dari beliau Syeikh Abdussalam Ibnu Masyisy belajar
tentang ilmu mua'amalah dengan masyarakat yang sumbernya berakhlak sesuai
dengan akhlak beliau Rasulullah SAW.
Maulana
Syekh Abdussalam bin Masyisy dengan kedalaman ilmu dan kezuhudannya yang tinggi
adalah sosok yang sangat tertutup dan tidak ingin di kenal oleh manusia. Hal
ini bisa dilihat dari salah satu doa beliau, "Ya Allah aku mohon kepada-Mu
agar makhluk berpaling dariku sehingga tidak ada tempat kembali bagiku selain
kepada-Mu". Allah SWT pun akhirnya mengabulkan permohonan beliau tersebut
dan karena sangat ketertutupannya itu sampai tidak ada yang mengenal beliau,
kecuali muridnya Syeikh Abu al Hasan as-Syadzili.
Perkenalan dan
pertemuan agung beliau dengan muridnya, Syekh Abu al Hasan as Syadzili, berawal
saat Syeikh Abul Hasan, yang saat itu di puncak perasaan yang dahsyat untuk
bertaqarrub kepada Allah swt.berharap hatinya penuh cahaya ma'rifatullah,
mengembara mencari Mursyid yang Quthub.
Sampailah ia
ke negeri para wali di Irak. Dari satu wali ke wali lain yang ia temui belum
juga membuatnya puas sebelum bertemu dengan seorang Wali Quthub di zaman itu.
Padahal dari Maroko Syeikh Abul Hasan menembus ribuan kilometer menuju Irak,
mengarungi padang sahara yang luar biasa luasnya, demi mencapai cita-citanya
yang luhur.
Akhirnya ia
bertemu dengan salah seorang wali di Irak. ketika itu sang wali yang ia temui
mengatakan kepadanya: "Wahai anak muda, engkau mencari Quthub jauh-jauh
sampai di sini. Padahal orang yang engkau cari itu sebenarnya di negeri asalmu
sendiri. Dia adalah Quthubuz zaman yang agung saat ini. Sekarang pulanglah
engkau ke Maghrib (Maroko) dari pada bersusah-payah berkeliling di negeri
ini.Saat ini ia sedang berkhalwat di puncak gunung di sebuah gua. Temuilah dia
dan cari di sana ...! "
Setelah itu
ia bergegas menuju Maroko dan kembali ke desanya Ghamarah, tempat dimana ia
dilahirkan. Hatinya tak terbendung untuk segera bertemu dengan Sang Quthub yang
menetap di pucuk gunung (jabal al 'alam) itu. Ketika menempuh jalan berliku
menuju puncak gunung itu Syeikh Abul Hasan akhirnya bertemu juga dengan Sang
Quthub tersebut.
Kemudian
Sang Quthub (Maulana Syekh Abdussalam bin Masyisy) memerintahkannya
berkali-kali untuk mandi di dekat gua yang kebetulan ada air untuk mandi dan
berwudlu, sampai ia sadar bahwa perintah tersebut untuk mensucikan diri dari
hal-hal yang terkait dengan keangkuhan dan kesombongan.
Lalu saat ia
keluar dari bersuci dan menghadap dalam keadaan faqir, dari arah gua itu muncul
sosok yang tampak lanjut usia dengan pakaian yang sederhana, dan dengan songkok
dari anyaman jerami Seraya berkata, "Marhaban Ya Ali bin Abdullah bin
Abdul Jabbar, dst .. dengan menyebut nasab Syeikh Abul Hasan sampai ke Rasulullah
SAW". Mendengar itu semua Syeikh Abul Hasan semakin takjub.
Belum sempat
mengeluarkan kata, Sang Quthub itu melanjutkan, "Wahai Ali, engkau datang
kepadaku sebagai fakir baik dari segi ilmu maupun amalmu, maka engkau akan
mengambil dariku semua kekayaan, dunia hingga akhirat".
Bahkan ia melanjutkan, "Ketahuilah bahwa sesungguhnya sebelum engkau
datang ke sini, Rasulullah saw. telah memberi tahu kepadaku segala hal tentang
dirimu, serta akan kedatanganmu hari ini. Selain itu aku juga mendapatkan tugas
dari beliau agar memberikan pendidikan dan bimbingan kepadamu. Oleh sebab itu
ketahuilah bahwa kedatanganku kemari sengaja untuk menyambutmu ... ".
(Lihat: al-Quthb as-Syahid Sidi Abdussalam bin Masyisy karya Imam Abdul Halim
Mahmud: 16)
Meski tidak
banyak meninggalkan karangan, namun salah satu warisan yang sangat penting dan
berharga dari beliau adalah teks "Shalawat Masyisyiah", yaitu sebuah
shalawat yang jika kata-katanya berbaur atau di ucapkan oleh ruh, maka akan
membuat pemilik ruh tersebut terasa melayang di udara dari keluhuran dan
keindahan alam malakut. Shalawat yang memiliki banyak rahasia dan keutamaan
serta mampu memberikan pancaran cahaya Ilahi bagi para pengamalnya.
Adapun teks
“Shalawat Masyisyiah” dari Syekh Abdus Salam ibnu Masyisy tersebut adalah :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَنْ مِنْهُ انْشَقَّتِ
اْلاَسْرَارُ وَانْفَلَقَتِ اْلاَنْوَارُ .
وَفِيْهِ ارْتَقَتِ الْحَقَائِقُ
. وَتَنَزَلَتْ
عُلُومُ سَيِّدِنَا اٰدَمَ عَلَيْهِ السّلاَمُ فَاَعْجَزَالْخَلاَئِقُ . وَلَهُ
تَضَاءَلَتِ الْفُهُومُ فَلَمْ يُدْرِكْهُ مِنَّا سَابِقٌ وَلاَ لاَحِقٌ .
فَرِيَاضُ الْمَلَكُوْتِ بِزَهْرِ جَمَالِهِ مُوْنِقَةٌ . وَحِيَاضُ الْجَبَرُوْتِ
بِفَيْضِ اَنْوَارِهِ مُتَدَفِّقَةٌ . وَلاَ شَيْئَ اِلاَّهُوَ مَنُوْط اِذْ
لَوْلاَ الْوَاسِطَةٌ لَذَهَبَ كَمَا قِيْلَ الْمَوْسُوْط . صَلاَةً تَلِيْقُ بِكَ
مِنْكَ اِلَيْهِ كَمَا هُوَ اَهْلُهُ . اَللَّهُمَّ اِنَّهُ سِرُّكَ الْجَامِعُ
الدَّالُّ عَلَيْكَ وَحِجَابُكَ اْلاَعْظَمُ اْلقَائِمُ لَكَ بَيْنَ يَدَيْكَ .
اَللَّهُمَّ أَلْحِقْنِى بِنَسَبِهِ . وَحَقِّقْنِىْ بِحَسَبِهِ . وَعَرِّفْنِىْ اِيَّاهُ
مَعْرِفَةً اَسْلَمُ بِهَا مِن مَوَارِدِ الْجَهْلِ .
وَاَكْرَعُ
بِهَا مِنْ مَوَارِدِ الْفَضْلِ
. وَاحْمِلْنِىْ
عَلَى سَبِيْلِهِ إِلَى حَضْرَتِكَ حَمْلاً مَحْفُوْفًا بِنُصْرَتِكَ . وَاقْذِفْ
بِىْ عَلَى الْبَاطِلِ فَأَدْمَغَهُ . وَزُجَّ بِىْ فِيْ بِحَارِ اْلاَحَدِيَّة .
وَنْشُلْنِيْ مِنْ اَوْحَالِِ التَّوْحِيْدِ . وَأَغْرِقْنِيْ فِيْ عَيْنِ بَحْرِ
الْوَحْدَةِ حَتَّى لاَأَرَى وَلاَ اَسْمَعَ وَلاَ اَجِدَ وَلاَ اُحِسَّ اِلاَّ
بِهَا . وَاجْعَلْ حِجَابَ اْلاَعْظَمَ حَيَاةَ رُوْحِىْ وَرُوْحَهُ
سِرَّ حَقِيْقَتِىْ وَحَقِيْقَتَهُ جَامِعَ عَوَالِمِيْ بِتَحْقِيْقِ الْحَقِّ
اْلاَوَّلِ . يَا اَوَّلُ يَاآخِرُ يَاظَاهِرُ يَا باَطِنُ . اِسْمَعْ نِدَائِى
بِمَا سَمِعْتَ بِهِ نِدَاءَ عَبْدِكَ زَكَرِيَّا عَلَيْهِ السّلاَمُ .
وَانْصُرْنِيْ بِكَ لَكَ . وَاَيِّدْنِيِْ بِكَ لَكَ
. وَاجْمَعْ
بَيْنِىْ وَبَيْنَكَ وَحُلْ بَيْنِىْ وَبَيْنَ غَيْرِكَ . اَللهُ اللهُ اللهُ .
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآَنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ . رَبَّنَا
آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَداً . إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا . صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ
وَتَحِيَّاتُهُ وَرَحْمَاتُهُ وَبرَكَاتُهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ
وَرَسُولِكَ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ وَعَلَى آلِه وَصَحْبِهِ عَدَدَ الشَّفْعِ
وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ الْمُبَارَكَاتِ سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Allahumma
shalli ‘alaa man minhun syaqqatil asraar
Wan falaqatil anwaar wa fiihir taqatil haqaaiq
Wa tanazallat ‘uluumu sayyidinaa aadama ‘alayhis salaamu fa a’jazal khalaaiq Wa
lahu tadhaa alatil fuhuumu falam yudrik-hu minnaa saabiqu wa laa laahiq
Fari yaa dhul malakuuti bizahri jamaalihi muuniqah
wa hiyaadhul jabaruuti bifaydhi anwaarihi mutadafiqah
Wa laa syay-a illa wa huwa bihi manuuth
Idz lawla waa sithatu ladza haba kamaa qiilal mawsuuth
Shalaatan taliiqu bika minka ilayhi kamaa huwa ahluh
Allahumma inaahu sirrukal jaami’ud dallu ‘alayk
Wa hijaabuka a’zhamu’l qaa-imulaka bayna yadayk
Allahumma alhiqnii binasabih wa haqqiqnii bi hasabih
Wa ‘arrifnii iyyahu ma’rifatan aslamu bihaa min mawaaridil jahlWa akra’u bihaa
min mawaaridil fadhl Wahmilnii ‘alaa sabiilihi ilaa hadhratikHamlan mahfuufan
binushratika
waqdzif bii ‘alal baathili fa-admighahwa zujjabii fii bihaari’ ahadiyyahwansyulnii
min awhaalit-tawhiidwa aghriqnii fii ‘ayni bahril wahdahhatta laa araa wa laa
asma’a wa laa ajida wa laa uhissa ilaa bihaawaj’allahummal hijaaba a’zhama
hayaata ruuhiiwa ruuhahu sirra haqiiqatii
wa haqiiqatahu jaami’a ‘awaalimi bitahqiiqil haqqi awwal
yaa awwalu yaa aakhiru yaa zhaahiru yaa baathin
isma’ nida-ii bimaa sami’ta bihi nidaa-a ‘abdika sayyidinaa Zakariyya ‘alayhis
salaamwan shurnii bika laka
wa ayyidnii bika lakawajma’ baynii wa baynaka
wa hul bayni wabayna ghayrikaAllah Allah Allah
Innal-ladzii faradha ‘alaykal qur’aan laradduka ilaa ma’aad
Rabbanaa aatinaa min ladunka rahmahWa hayyi’lanaa min amrinaa rasyadaa (3 kali)
Innallaaha wa malaaikatahu yushalluna ‘alan-nabiyy
Yaa ayyuhal ladziina amanuu shallu ‘alayhi wa sallimuu tasliima
Wa shallallaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam
Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘ammaa yashifuun wa salaamu ‘alal mursaliin wal
hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin
(“Semoga
Rahmat dan ke Ridhoan Allah SWT selalu tercurah ke hadirat Maulana Syekh
Abdussalam ibnu masyisy....Amiin”).
Sumber:
Pustaka Pejaten
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Title : Kisah Sufi Maulana Syeikh Abdussalam Bin Masyisy
Description : Maulana Syeikh Abdussalam Bin Masyisy Maulana Syekh Abdussalam Bin Masyisy “Quthubul Aqthab” : Guru dari Syekh Abu al Hasan Ali bin ...