بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
PEMAHAMAN TENTANG HAKIKAT ILMU DAN MA’RIFAT
إن حقيقة العِلم هي إدراك الشيء على
ما هو به، فهي صفة ينكشف بها المعلوم انكشافا لا يحتمل النقيض بوجه من الوجوه
تُدْرَكُ بها صورة الشيء في العقل، بمعنى أن العِلم ينصب على إدراك الكليات
المُرَكَبة، ويَهتمُّ بِنِسَبِها،
Yang di maksud dengan Hakikat Ilmu adalah
bertemunya sesuatu dengan perkara yang di pelajarinya,yaitu terbukanya
pengetahuan tentang sesuatu sehingga perkara Itu menjadi bisa di pahami dengan
sungguh-sungguh kenyataannya dan pengetahuannya itu tidak memuat perkara yang
tertolak dari berbagai sudut pandang , adapun kesemua sudut pandang itu di
temukan dari gambaran sesuatu yang bisa di logikakan dengan aqal. Yang intinya
Sesungguhnya ilmu (pemahaman) itu akan membuat semua perkara -perkara yang
tersusun dan perkara yang terperinci (Kulliyah) menjadi berkesinambungan dengan
perkara yang sesuai.Berbeda Dengan hakikat pengertiannya Ma’rifat ,
WILAYAH PEMBAHASAN ILMU INI HANYA DI PERBOLEHKAN
MENELITI WILAYAH AQAL (HUKUM) AGAR TIDAK SALING BERBENTURAN DENGAN PEMAHAMAN
SERTA PENGERTIAN DALAM WILAYAH TASAWUF … SEPERTI PENJELASAN
سيدي الشيخ عبد الله الهرري رحمه
الله تعالى
:
Sayidiy Syeih Abdullah bin Muhammad Al-Harariy
Al-’Abdari :
لحكم العقلي ثلاثة أقسام وجوب
واستحالة وجواز.
Bahwasanya apapun yang di temukan oleh akal (hukum
akal) ,itu tidak keluar dari tiga sifat.Yakni Adakalanya Wajib, Mustahil, atau
Jaiz.
فالواجب العقلي ما لا يتصور في العقل
عدمه
Wajib secara aQal Adalah perkara yang tidak di
benarkan oleh aqal tidak adanya.Artinya aqal hanya membenarkan adanya atau
tetapnya.
والمستحيل العقلي ما لا يتصور في
العقل وجوده.والجائز العقلي ما يتصور في العقل وجوده تارة وعدمه تارة
Mustahil menurut aqal adalah perkara yang tidak di
benarkan oleh aqal akan adanya. artinya aqal hanya membenarkan tidak adanya
atau nafinya
Jaiz menurut aqal adalah perkara yang di benarkan
oleh aqal adanya dan tidak adanya. Secara bergantian . Tidak secara
bersamaan,ada dan tidak ada kalau demikian (bersaamaan) maka masuk dalam
katagori Mustahil aqal
وكل واحد من الأقسام الثلاثة إما
وأما نظري.
Masing- masing dari tiga sifat hukum akal itu di
bagi dua.Ya’ni,adakalanya dloruriy adakalanya Nadzori.
wajib Dloruriy : Perkara yang ditemukan oleh akal
tanpa melalui berfikir dan pembuktian dalil Misalnya,benda menempati ruang
dimensi secukupnya.Manusia menempati ruang secukupnya manusia itu sendiri
(dzatnya). Batu menempati ruang secukupnya . air menepati ruang secukupnya dan
lain sebagainya
Artinya kalau kita duduk di atas kursi maka tempat
kita bukan pada kursi akan tetapi ruang dimensi seukuran dzat badan kita.
Begitu juga kursinya. keduanya menempati ruangnya masing. Ini adalah contoh
Wajib Aqli doruriy
فالواجب الضروري ما لا يحتاج في
معرفته إلى فكر وتأمل ككون الجرم متحيزا أي شاغلا للفراغ وأن الواحد نصف الإثنين.
والنظري ما يعرف بالتأمل كتنزه الله عن المكان.
Wajib
Nadzori : adalah perkara yang ditemukan wajibnya oleh akal melalui proses
berfikir dan pembuktian dalil secara akal. Contoh sucinya (tidak adanya) tempat
bagi allah ta’ala maka aqal menemukan wajibnya setelah melalui proses berfikir
(tafakkur) dan pembuktian dalil aqal. Baik secara ijmal ataupun tafshil.
والمستحيل الضروري كخلو الجسم عن
الحركة والسكون معا. ومثال المستحيل النظري كون الله تعالى جرما يأخذ قدرا من
الفراغ.
Mustahil Dloruriy :Adalah suatu perkara yang di
temukan mustahilnya oleh aqal tanpa melalui berfikir sebagaimana contoh Benda
tidak bergerak dan diam secara bersamaan.
Mustahil nadzori adalah yang ditemukan mustahilnya
melalui proses berfikir sebagaimana mengetahui mustailnya Allah ta’ala bersifat
benda,naik atau turun , duduk,berdiri , wajah dan lain sebagainya dari
persamaan dengan perkara yang baru. Aqal tidak secara tiba – tiba memustahilkan
sebelum melalui berfikir dan melihat beberapa dalil aqli.
والجائز الضروري كاتصاف الجرم بخصوص
الحركة مثلا فإن العقل يدرك ابتداء من دون تفكر ونظر صحة وجودها للجسم وعدمها.
ومثال الجائز النظري تعذيب المطيع الذي لم يعص فإن العقل يجيزه بالنظر لذاته ولكن
يحيله لوعده الله له بالإنجاز من عذابه.
Jaiz Dloruri :adalah perkara yang menemukan
bolehnya tanpa melalui proses berfikir sebagaiman Benda sedang bergerak. aqal
mengesahkan tidak adanya bergerak pada benda tersebut.
Jaiz nadzori : adalah perkara yang di temukan
kebolehanya, melalui proses pemikiran,artinya dibutuhkan pemikiran dalil aqli
yang menunjukan kebolehanya.
Misalnya, di siksanya seorang mukmin yang ta’at.
Maka itu kalau di niisbatkan pada allah ta’ala adalah jaiz. Akan tetapi setelah
aqal melihat dalil syara’, maka aqal menemukan mustahil hal itu terjadi karena
janji Allah subahanhu wa ta’ala terhadap keselamatan orang yang ta’at
kepadaNya. Berfikirlah..!
Mudah-mudahan Allah ta’ala memberi pertolongan
kepada kita untuk muwafaqoh dengan hukum aQal dan Syara’.
ما
هو حقيقة المعرفة ان حقيقة المعرفة التي هي إدراك الجزئيات في بَسَائِطِهَا. ومن
ثمة فإن سؤال الجمال يكون أبعد ما يكون من أن تقبض عليه يدُ العِلم، أو يدُ
المعرفة المكتسبَة، لأنه سؤال مُمعنٌ في التخفي والتجدُّد والتجوهر، باعتباره
سؤالَ الوحدة المتكثِّرة في الوجود، والتكثرَ الموحَّدَ لتعلقه بكلي الجمال.
Adapun yang dimaksud dengan Ma’rifat adalah :
bertemunya beberapa Juz (bagian-bagian dari pada dzat) dengan kesederhanaannya
Juz itu. dan itu sebagian dari asalNya. maka ketika engkau di tanya tentang
pengertian tentang sifatnya orang yang baik itu itu keadaannya jauh dari perkaranya
seseorang, jadi penerimaannya orang yang Baik itu menjadi dasar menerimanya
ilmu atau seseorang itu menjadi kuasa menerima Ma’rifatnya (pengertian) .
Karena dalam hakikatnya pertanyaan-pertanyaan di
dalam ma’rifat itu berlaku pada perkara-perkara yang samar (ghaib) atau
perkara-perkara yang Baru atau perkara-perkara yang bersifat kalam Hikmah
(mutiara hikmah) yang nyata Dll . Di umpamakan pertanyaan satu berlaku pada
perkara yang Banyak tentang masalah wujud. atau pertanyaan yang menyangkut
perkara yang banyak kembali pada yang satu karena bergantungnya pengertian itu
secara keseluruhan tidak terbatasi pada yang perkara yang satu / perkara yang
banyak dalam memahami tentang ma’rifat .
Ma’rifat secara lughowi (bahasa) berarti
pengenalan. Namun secara Maknawi (keseluruhan istilah) berarti pengenalan
khusus yang diperoleh melalui jalan syuhud (penyaksian) batin dan Dzikir.
Lantaran kasyaf ( penyingkapan ) dan Berbagai syuhud (penyaksian) umumnya
bergantung pada praktek-praktek dan amalan-amalan khusus, metode praktis atau
ajaran syair dan suluk ini juga disebut sebagai “MA’RIFAT.”
Dengan memperhatikan penjelasan ini menjadi terang
bahwa arif sejati, yang menjalankan berbagai program praktis khusus, memperoleh
makrifat syuhudi dan hudhuri dalam hubungannya dengan Allah Swt, sifat-sifat,
dan perbuatan-perbuatan-Nya.
Apa yang menyebabkan munculnya banyak ikhtilaf
tentang benar dan tidaknya Ma’rifat dan Berbagai metode syair dan suluk
Ma’rifat adalah jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan yang dilontarkan
bahwa apakah dalam Islam terdapat yang disebut sebagai ma’rifat islami atau
Anggapan kaum Muslimin mengambilnya dari agama lain dan memasukkannya ke dalam
agama ?
Dalam menjawab pertanyaan ini, sebagian mengingkari
secara mutlak adanya ma’rifat dalam Islam dan memandangnya sebagai bid’ah
dholalah dan tertolak . Mereka memandang
para arif sebagai orang-orang sesat. Kelompok lainnya memandang bahwa irfan
adalah bagian dari Islam bahkan laksana otak dan ruh bagi agama Islam seperti
bagian-bagian lainnya dalam Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah
Nabawi.
Seseorang yang mencermati ayat-ayat al-Qur’an dan
sabda-sabda Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya maka tanpa ragu ia akan mendapatkan
hal-hal yang menjadi ketetapan Iman dan ketaatan dalam mencapai kema’rifatan
yang Haq dan juga tidak meninggalkan aturan adab-adab kemanusiaan serta banyak
aturan-aturan praktis dalam kaitannya dengan syair suluk Ma’rifat. Sebagai
contoh, kita dapat menyebutkan ayat-ayat yang sehubungan dengan tauhid dzat,
sifat dan perbuatan dalam pandangan Tauhid dan permulaan Surat al-Hadid dan
akhir surah al-Hasyr. Demikian juga ayat-ayat yang menyinggung kehadiran Ilahi
di seantero alam semesta dan dominasi Allah atas seluruh kenyataan Tanzih dan
tasbih dan sujud takwini seluruh makhluk kepada Allah Swt.
Di samping itu, terdapat ayat-ayat yang menyangkut
adab-adab dan kebiasaan yang dapat disebut sebagai ajaran sair dan suluk Islam
seperti ayat-ayat tafakkur dan kontemplasi, dzikir dan perhatian terus-menerus,
tahajjud dan menghidupkan malam, berpuasa, sujud dan tasbih yang panjang pada
malam hari, tunduk dan khusyu, menangis, ikhlas dalam ibadah dan
pekerjaan-pekerjaan baik yang bersumber dari kecintaan kepada Tuhan dan dengan
motivasi untuk sampai kepada qurb (kedekatan) dan keridhoan (ridwan) Allah Swt
dan juga ayat-ayat yang bertautan dengan tawakkal, ridho dan berserah diri
(taslim) di haribaan Tuhan dan sabda-sabda Rasululloh Saw dan para Mursyid,
doa-doa dan munajah-munajahnya yang berkaitan dengan hal ini tidak terhitung
banyaknya.
Kelompok pertama adalah orang-orang yang tak
melihat yang jauh dan kedalaman dan dzohirisme, memaknainya secara sederhana
dan mengosongkan ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang mengandung pesan-pesan
perkara yang mengesahkan dan membatalkan ini. Mereka adalah orang-orang yang
mengingkari keberadaan sesuatu yang bernama “Ma’rifat” dalam teks-teks Islam.
Kelompok lainnya, meyakini sebagian perkara dalam
Ma’rifat tidak bersumber dari teks-teks agama dan kandungan-kandungan Kitab dan
Sunnah, melainkan semua yang berhubungan dengan ucapan-ucapan dalam kajian Ma’rifat tersebut bertentangan
dengan nash-nash tegas dan tidak dapat ditakwil. Demikian juga, pada tataran
praktek dari satu sisi, mereka menetapkan adab dan kebiasaan atau mengadopsi
sesuatu dari firkah-firkah non-Islam. Dari sisi lain, mereka meyakini gugurnya
taklif seorang arif wâshil (baca: tidak menjalankan syariat).
Adapun kelompok lainnya, yang menjaga dirinya dari
kutub ifrath dan kutub tafrith, meyakini bahwa syair dan suluk Ma’rifat adalah
jalan yang seiring dan sejalan dengan syariat, bahkan bagian yang lebih akurat
dan lebih membatalkan dari syariat.
Apabila kita mengkhususkan hukum-hukum lahir syariat maka kita harus katakan,
thoriqot berada dalam lintasan vertikal syariat atau berada dalam batinnya.
Sebagai contoh, syariat menentukan hukum-hukum lahir sholat dan Ma’rifat
memikul tanggung jawab konsentrasi seluruh panca indera dan kehadiran hati.
Ma’rifat ini
bisa di sebut metode khusus syair dan suluk dimana seorang sufi dalam
kehidupannya menjadikan akhlak sebagai sentral, menjalani kehidupan zuhud,
senantiasa bersikap keras terhadap hawa nafsunya sendiri, meninggalkan dunia,
senantiasa memandang kepada dirinya, menjaga supaya kualitas ruhnya senantiasa
meningkat dan melintasi Tingkatan-tingkatan (maqom) dan kondisi-kondisi. Tekad
utamanya adalah sampai kepada Tingkat TAUHID (keesaan) jadi di ingatkan bahwa
maksud al faqir sebelumnya bahwa yang dimaksud dalam kajian ini bukanlah sufi
dungu yang malas untuk belajar / berhenti belajar.
فالجمال وحدةٌ أشبه بالنقطة، والنقطة
– كما لا يخفَى – عبارة عن شيء لا يقبل القسمة بوجهٍ ولا حالٍ، إذ هي جزء لا
يتجزأ، ولا ينقسم لاَ طولا ولا عرضًا ولا عُمقًا ولا بالعقل ولا بالوهم . فهي
كالجوهر الفرد عند مَنْ يقول به، ولا تخالفه إلا بالعرضية لأنها تقال على ما
تَتَماسُّ به الخطوط ولذا اختلف فيها من جهات أربعٍ:
Adapun Yang di maksud dengan Sifat Jamal itu di
umpamakan terkumpulnya kesatuan wujud pada satu titik – adapun satu titik itu
adalah perkara yang tidak samar – di umpamakan seperti sesuatu yang tidak
menerima pada pembagian baik itu dari arah (wajh) atau dari Tingkah (hal),
karena titik Itu juz yang tidak bisa di perinci dan tidak terbagi ,tidak
panjang,tidak bersegi,tidak mendalam,tidak bisa di fikir dan tidak bisa di
angan-angan.dan yang di maksud dengan Titik itu dibarat seperti satu mutiara di
sisi orang yang mengucapkan titik itu sendiri, Dan tidak ada perbedaan kecuali
di sisi para ahli ilmu pembagian , karena sesungguhnya titik itu bisa di
ucapkan pada perkara yang bersentuhan pada Garis, dan ini keterangan tentang 4
perbedaan.
الأولى: تقول إنها من العدميات
1- Di ucapkan sesungguhnya titik itu menunjukkan
beberapa ketiadaan.
الثانية : تقول إنها من الاعتباريات
2- Di Ucapkan sesungguhnya Titik itu menunjukkan
beberapa pengibaratan.
الثالثة: تقول إنها من الكَمِّيات
3- Di ucapkan sesungguhnya titik itu menunjukkan
beberapa Jumlah.
الرابعة: تقول إنها الجوهر الفرد
4- Di ucapkan sesungguhnya titik itu
menunjukkan beberapa mutiara kesatuan.
أن العلم هو إدراك الكليات، والمعرفة
إدراك الجزئيات، فإنهما لا يستطيعان إدراك الجمال إدراكًا حقيقيا، لأنه بمثابة
نقطة الوجود الحاملة للسر الأزلي ولو
كَثَّرَا الآراءَ فيه بتوهمهما،
Sesungguhnya Ilmu itu adalah mempertemukan tiap
perkara yang ada. adapun yang di maksud dengan Ma’rifat (pengertian) itu adalah
mempertemukan semua perkara yang bersifat Juz ( tersusun dari pada juznya
sesuatu ) . Sesungguhnya keduanya (antara ILMU dan MA’RIFAT ) para ahli ilmu itu tidak bisa mempertemukan
keduanya dengan sifat jamal dengan pertemuan Yang haqiqi . karena sifat jamal
itu sesungguhnya menetapi Titik nya wujud yang memuat pada Rahasia wujud yang
bersifat azali (lampau). walaupun telah banyak yang melihat dalam pengertian
Ilmu & Ma’rifat dengan mengangan-angan keduanya.
وذلك لأن إدراكه متوقفُ على الموقع
الذي تتم منه الرؤية إليه
Hal ini muncul karena persepsi itu Berhenti pada
tempat yang menyempurnakan penglihatan seseorang pada tujuannya memahami
tentang Ilmu dan Ma’rifat.
هل هو موقعُ وحدةٍ سارية ؟
Apakah Yang di maksud dengan kesatuan yang berlaku
أم موقعُ كثرة متجزئة ؟
.Atau Tempatnya Banyaknya perkara yang bersifat
Juziyyah
فالرؤية الصوفية للجمال هي رؤية
مُحدَّد موقعها، وهو موقع الوحدة السارية في الكثرة، ويُمثَّل لها بالواحد في
المراتب العددية فإنه موجودُ فيها، مفقودُ صورةً عنها
Para Ahli tasawuf menjawab tentang sifat jamal itu
adalah penyaksian yang khusus pada titik yang berlaku yaitu datangnya kesatuan
itu berlaku pada perkara yang banyak, di umpakan seperti sifat satu di dalam
mengurutkan perkara yang bersifat bilangan. maka sifat satu itu wujud didalam bilangan itu dan
satu itu hilang di dalam Gambarnya dari pada bilangan, contoh wujud satu itu
bersembunyi di dalam gambarnya bilangan tiga.
وبالنقطة فإنها داخلة في الحروف
كلها، ومُقومةُ لها، وسارية فيها، زيادة على أنها مَبدؤُها الأول، إذ كل حرف
مَبدَؤُه نقطة سارية فيه، وفي غيره من اللفظ والكلمات
Begitu juga pada Titik ini sesungguhnya titik itu
masuk (bersembunyi) di dalam Huruf seluruhnya,dan berdiri titik itu bersama
huruf,dan berlakunya titik itu di dalam huruf, sesungguhnya menambahnya titik
itu di permulaan yang pertama pada huruf, Karena setiap huruf itu di awali oleh
titik yang berlaku di dalam huruf dan
berlaku juga di selainnya huruf seperti pada lafadz dan beberapa kalimah.
وإنما جُعلت النقطة دليلا لكونها
تلتبس صورتُها بصورة ظلها، فيتخيل الكون أنه قام بنفسه، ولا يَعرف أنه ظِل النقطة
Dan ketika titik itu di jadikan petunjuk pada
adanya Huruf ,lafadz / kalimah yang dimaksud adalah huruf itu memakai gambarnya
titik dengan bentuk bayangnya titik itu Maka bisa di bayangkan keadaan huruf
itu berdiri dengan wujudnya titik. dan tidak di mengerti bahwasanya Huruf itu hakikatnya
adalah bayang-bayangnya titik.
ولذلك كانت النقطة عينَ التوحيد،
ورأسَ الخط، وحقيقة الوجود
Begitu juga adanya titik itu berlaku pada
kenyataanya ilmu tauhid.dan menjadi pokoknya baris pada tulisan, dan menjadi
hakikat yang sebenarnya wujud.
وهكذا
الكون فهو واحدُ وإن تعدَّدَتْ مظاهره ومجاليه
Dengan demikian alam semesta adalah satu, meskipun
ada banyak manifestasi dan daerah
Adapun pembahasan para pengkaji ma’rifa dalam
proses memahami al-Qur’an telah melakukan tafsir birra’yi?
Yaitu penafsiran yang sedikit meninggalkan
batas-batas lafadz dan lebih tinggi dari pencerapan akal sebagai
kalimat-kalimat seorang darwisy dan seterusnya bukan merupakan perbuatan benar
dan menjadi sebab terjauhkannya kita dari ajaran-ajaran dan pengetahuan-pengetahuan
(maarif) al-Qur’an. Sebagai contoh Anda mengutip ayat “laisa kamitslihi syaun”
dalam pertanyaan Anda, sementara Anda mengeyampingkan ayat-ayat lainnya yang
menyatakan, “Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia
dekat ( pada Muhammad sejarak ) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).”
(Qs. Al-Najm [53]:8-9)[6] Atau ayat, “Dia-lah Yang Maha Awal dan Yang Maha
Akhir, Yang Maha dzohir dan Yang Maha Batin.” (Qs. Al-Hadid [57]:3) Yang
penting dalam memahami Maknawiyah al-Qur’an adalah Bagaimana kita sampai pada
pemahaman universal. Bukan dengan melihat satu ayat kemudian melontarkan
kritikan terhadap yang lain.
Saiyidina Ali karromallahu wajhah dalam meyanggah
seorang Zindiq yang berkata, “Apabila tidak terdapat pertentangan dalam
al-Qur’an maka saya akan masuk ke dalam agamamu.” Saiyidina Ali karromallahu
wajhah menjawab, “Alim dan jahil mengetahui sebagian firman Ilahi. Namun
sebagian lainnya hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang memiliki
kecemerlangan batin dan subtilitas indra serta keluasan jiwa.”
Dalam sudut pandang al-faqir bahwa mereka yang
tidak memiliki dzauq (rasa yang dicerap hati dan batin) Ma’rifat , tentu tidak
akan dapat memahami sebagian Hakikat dalam agama. sebagai mana penjelasan ayat 8-9 dan 10-11 surat al-Najm .
ثُمَّ
دَنَا فَتَدَلَّى
Kemudian dia
mendekat, lalu bertambah dekat lagi.
فَكَانَ
قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى
maka jadilah
dia dekat (pada Muhammad sejarak), dua ujung busur panah atau lebih dekat
(lagi).
فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا
أَوْحَى
Lalu dia
menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad), apa yang telah Allah wahyukan.
مَا
كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى
Hatinya tidak mendustakan, apa yang telah
dilihatnya.
yang telah dijelaskan sebelumnya, “Ayat-ayat ini
hanya dapat dipahami oleh orang yang dirinya telah memahami kedekatan (qurb)
kepada Tuhan.”.
Banyak sekali para Umum dan Murid yang sudah masuk
pada wilayah suluk mengatakan bahwa para
arif meyakini bahwa mereka menyaksikan Allah pada seluruh fenomena alam
semesta, padahal disebutkan dalam al-Qur’an, “laisa kamitslihi syai’un” ( tidak
ada sesuatu apa pun yang serupa dengan-Nya). Harus kita ketahui bahwa
sebenarnya pandangan para arif terhadap tauhid lebih sempurna dan lebih akurat
daripada mereka berpandangan bahwa Tuhan sebagaimana makhluk-makhluk bumi. Atas
dasar ini, ada baiknya kami sedikit menjelaskan tentang tauhid dalam pandangan
para arif:
Tauhid dalam Ma’rifat islami bermakna bahwa tidak
satu pun yang Nyata selain Allah. Dalam pandangan ini, seorang arif Muslim
memandang bahwa segala sesuatu adalah manifestasi wujud allah dan tidak melihat
sesuatu yang lain selain-Nya. Segala sesuatu selain Allah Swt adalah
jelmaan-Nya yang mewujud sebab kemurahan-Nya. Tauhid seorang arif lebih kuat
dan meliputi dari tauhid seorang filosof.
Para Arif memandang satu-satunya yang wujud ( wujud
hakiki ) adalah Allah dan segala sesuatu selain allah adalah penampakan dan
murni hubungan (ain rabitoh / kenyataan yang terikat / bersambung ) kepada
Allah Swt. Menurut arif bahwa wujud bersifat simpel (basith) dan tunggal
(wâhid) dari sudut pandang mana pun. Tidak terdapat kemajemukan vertikal dan
horizontal pada-Nya. Kemajemukan (katsrah / banyak ) adalah penampakan bukan
keberadaan, hubungan segala sesuatu selain Allah kepada Tuhan laksana bayangan
terhadap pemilik bayangan dan laksana cermin dan pemilik wajah.
Sebagaimana
yang Anda semua ketahui bahwa bayangan, wujudnya bersandar pada pemiliki
bayangan dan potret kita pada cermin juga bersandar pada diri kita dan sama
sekali tidak akan pernah mewujud tanpa keberadaan kita. Seluruh entitas dan
makhluk yang terdapat di alam semesta ini memiliki hubungan sedemikian terkait
dengan Tuhan.
Karena itu, para arif yang mengatakan bahwa kami
melihat Tuhan pada segala sesuatu, bukan bermakna bahwa segala sesuatu seperti
pohon, sungai dan sebagainya itu adalah Tuhan. Atau Tuhan seperti mereka,
melainkan kesemua ini penampakan dan bayangan dari wujud allah. Dengan kata
lain, tajalli (manifestasi) wujud allah (‘ainu wujudullah) misalnya tatkala mengenal suara seseorang
maka Anda memahami kehadirannya.
Dengan kata lain, dengan mendengar suara maka tidak
akan terlintas dalam benak Anda selain pemilik suara. Para arif juga dalam
menyaksikan alam semesta tidak melihat sesuatu yang lain selain Tuhan. Karena
itu Ucapan para arif tidak bertentangan dengan makna ayat yang dinukil di atas
walaupun tidak sedikit orang yang mengatakan sesat.
Lantaran ayat LAISA KAMISTLIHI SYAI’UN tersebut menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu
apa pun yang mirip / menyerupai dengan Tuhan. Dan keyakinan para arif juga
bahwa tidak satu pun di dunia ini memiliki wujud hakiki kecuali hanyalah wujud
Allah Swt. dalam hal ini di jelaskan “Eksitensi sejati bersumber dari Allah.
Dan karena manifestasi sama sekali tidak mandiri dan keberadaannya adalah
hubungan itu sendiri. Ia tidak memiliki hukum mandiri sehingga kita menyebutnya
sebagai eksisten diri di hadapan eksistensi Tuhan.
dan ini
sangatlah berbeda sekali antara arif dan hakim ( filosof ) bahwa filosof
tenggelam dalam kemajemukan materi sementara arif karam (tenggelam) dalam
kesatuan (AHADIYAH). Filosof hanya melihat dunia dan kemudian sampai kepada
Tuhan (WAHIDIYAH). Namun arif hanya melihat ALLAH semata.
Apa yang
dapat disebutkan sebagai kesimpulan adalah bahwa Ma’rifat bertitik tolak dari
ajaran-ajaran al-Qur’an . Kendati kita juga tidak boleh menerima dan
memandangnya sebagai Ma’rifat adalah ungkapan-ungkapan batil sebagian orang
dungu sufi yang memandang dirinya sebagai arif dan segala sesuatu yang bernama
ma’rifat yang disodorkan kepada masyarakat.
Poin penutup adalah bahwa kita harus selalu menjaga
bahwa ajaran-ajaran murni Ma’rifat harus kita pelajari dari ulama agama dan
para sesepuh di jalan ini menyitir syair:
Janganlah melintasi tingkatan ini tanpa kawan
(pembimbing)
Inilah hakikat kegelapan maka takutlah dari bahaya
kesesatan dalam Daya cipta dan panjangnya angan-angan.
مَا
زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى
Penglihatannya
tidak berpaling dari yang dilihatnya itu, dan tidak (pula)
melampaui-nya.
ذَلِكَ
مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ
سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدَى
Itulah
sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah yang paling
mengetahui, siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pulalah yang paling
mengetahui, siapa yang mendapat petunjuk.
وَأَنْ
لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh,
selain apa yang telah diusahakan-nya,
وَأَنَّ
سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى
dan
bahwasanya usahanya itu, kelak akan diperlihatkan (nilai amalannya).
ثُمَّ
يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الأوْفَى
Kemudian
akan diberi balasan kepadanya, dengan balasan yang paling sempurna (sangat adil
sesuai dengan semua nilai amal perbuatannya).
malialbaiszein
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :