بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
{AJARAN KAUM SUFI}
Karya
Ibn Abi Ishaq Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ya’qub Al-Bukhari Al-Kalabadzi
27.
AJARAN KAUM SUFI TENTANG IMAN
Menurut
sebagian besar tokoh Sufi, iman terdiri atas pengucapan lisan, tindakan dan
niat.
Nabi,
menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ja’far ibn Muhammad dari orang-orang tua
beliau, mengatakan : Iman itu merupakan pengakuan dengan lidah, pembuktian
dengan hati dan pelaksanaan dengan tindakan.”
Mereka
mengatakan, akar-akarnya iman adalah pengakuan dengan lidah beserta pembuktian
dengan hati, dan cabangnya adalah pelaksanaan perintah-perintah (Tuhan).
Mereka
juga menatakan bahwa iman itu ada di luar dan di dalam, yang di dalam itu
merupakan satu benda, yaitu hati, sedang yang di luar merupakan banyk hal.
Mereka
bersepakat bahwa aspek lahir iman adalah sebesar aspek batinnya, dan bukannya
hanya satu bagian saja dari yang lahir itu; sebab, bagian batin iman itu
merupakan bagian dari keseluruhannya, maka bagian luar iman itu pun harus
merupakan bagian dari keseluruhannya, yaitu dalam melaksanakan
perintah-perintah Tuhan; sebab, ini berlaku umum bagi semua yang lahir,
sebagaimana pentahkikan (verisikasi) itu berlaku umum bagi semua yang batin.
Mereka mengatakan bahwa iman itu bisa juga
lebih besar atau lebih kecil. Al-Junadi – Syal dan tokoh-tokoh Sufi yang lebih
dahulu menganggap bahwa pentahkikan itu bisa juga lebih besar atau lebih kecil.
Berkurangnya pentahkikan berarti peranjakan dari iman, sebab, itu merupakan
pentahkikan dari apa yang telah dituturkan dan di janjikan oleh Tuhan, dan
keraguan yang paling kecil pun akan hal ini sama dengan kekafiran; lebih
besarnya pentahkikan bisa diartikan sebagai kekuatan dan kemantapan.
Pengakuan
lidah tidak beragam, tapi pelaksanaannya bisa jadi lebih bessar atau lebih
kecil. Seorang tokoh Sufi berkata : “Istilah yang beriman, merupakan ssalah
satu nama Tuhan, sebab Dia berfirman : “Yang memberi kedamaian, yang beriman
yang melindungi.”
Lewat
iman, Tuhan membuat orang yang beriman merasa aman dari hukuman-Nya. Kalau orang yang beriman itu membuat pengakuan dan
pentahkikan, dan juga melaksanakan segala kewajiban, menahan diri dari hal-hal
yang dilarang, maka dia aman dari Hukuman Tuhan.
Jika
seseorang tidak melakukan hal tersebut sama sekali, maka dia akan hidup kekal
di neraka. Kalau seorang itu membuat pengakuan dan pentahkikan, tapi tidak
sepenuhnya melaksanakan kewajiban-kewajibannya; oleh karena itu, dia aman dari
hukuman yang kekal, tapi bukan berarti tidak dihukum sama sekali.
Rasa
amannya berarti tidak menyeluruh, tidak sempurna; tapi, rasa aman orang yang
melaksanakan segala kewajiban itu bersifat menyeluruh, dan tidak kurang.
Dengan begitu maka rasa aman yang tidak
sempurna merupakan akibat dari iman yang tidak sempurna, sebab pemenuhan rasa
aman itu bergantung pada pemenuhan iman.
Nabi melukiskan iman seseorang yang tidak
berhasil melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai “kelemahan”, ketika
beliau berkata : “Orang seperti itu lemah
dalam iman.”
Ia adalah orang yang melihat sesuatu sebagai
yang tidak dapat dibenarkan, dan tidak membenarkannya di dalam hati, tapi
membenarkannya dalam tata lahir nya; maka Nabi mengatakan bahwa iman di dlam
batin tanpa iman di lahir adalah iman yang lemah.
Beliau juga menggunakan istilah “kesempurnaan”
dalam hal ini, ketika beliau berkata : “Bahwa orang beriman paling sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
Akhlak itu terdiri atas yang batin dan yang
lahir; oleh karena itu beliau melukiskan seseorang sebagai pemilik iman
sempurna jika dia baik dalam keduanya, dan lemah jika dia tidak baik pada
keduanya.
Seorang tokoh Sufi berkata : “Iman yang lebih
besar atau lebih kecil itu merupakan
masalah kualitas, bukan esensi; pertambahannya adalah dalam hal kebaikan ,
kebagusan dan kekuatannya, sedang pengurangannya adalah dalam hal kebaikan,
kebagusan dan kekuatannya pula, bukan dalam eseensinya.
Nabi berkata : “Banyak laki-laki yang
sempurna, tapi perempuan tidak, kecuali empat orang.” Nah, kekurangan-kekurangan dari
perempuan-perempuan yang lain itu bukan merupakan masalah sifat-sifat esensi
mereka, melainkan sifat pelengkap mereka.
Beliau juga melukiskan mereka kurang dalam hal
intelektualitas dan agama, dan beliau menerangkan bahwa kekurangan yang ke dua
itu muncul karena dalam kenyataan, mereka tidak bersembahyang dan berpuasa pada
masa haid mereka.
Nah,
“Agama” itu, dalam kenyataannya, adalah Islam, dan Islam itu identik dengan
iman dalam pandangan orang-orang yang menganggap beramal itu tidak merupakan
bagian dari iman.
Salah seorang tokoh besar Sufi, ketika di
tanya apakah iman itu, menjawab : “Iman dalam diri Tuhan tidak bisa lebih besar
atau lebih kecil; dalam diri para Nabi bisa lebih besar atau lebih kecil, tapi
dalam diri orang-orang lain bisa lebih besar dan lebih kecil. Yang dimaksudkan
dengan kata-kata “dalam diri Tuhan tidak bisa lebih besar atau lebih kecil”,
adalah bahwa iman itu merupakan sebuah gelar Tuhan yang dengan itu Dia diberi sifat.
Tuhan berfirman, “Yang memberi kedamaian, yang
beriman, yang Melindungi.” Nah, gelar Tuhan itu tidak dapat diperkirakan
sebagai yang lebih besar atau lebih kecil. Tapi, adalah mungkin bahwa “Iman
dalam Diri Tuhan” berarti iman yang di berikan-Nya kepada seseorang sesuai
dengan ke-Mahatahuan-Nya, yang tidak lebih besar pada saat iman itu di
ejawantahkan, dan yang tidak lebih kecil daripada iman yang telah diketahui
Tuhan dan diberikan kepada orang itu.
Nabi-nabi
itu berada dalam kedudukan yang bisa menikmati tambahan dari Tuhan lewat
kekuatan, kemantapan, dan perenungan atas hal-hal gaib; sebab Tuhan berfirman :
“Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi, agar
Ibrahim termasuk orang-orang yang benar-benar yakin.”
Orang-orang
yang lain mendapat tambahan dalam hal batin mereka lewa kekuatan dan kemntapan,
tapi mengalami pengurangan menynakgut cabang-cabang iman mereka, karena
kelemahan-kelemahan mereka dalam melaksanakan perintah-perintah Tuhan, dan
karena mereka melakukan dosa-dosa yang di
larang (oleh Tuhan). Tapi, para Nabi terjaga dari melakukan dosa-dosa, dan
terjaga dari kelemahan-kelemahan dalam melaksanakan perintah-perintah Tuhan;
oleh karena itu, mereka tidak dapat diperikan sebagi tidak sempurna dalam hal
apa pun.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :