بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
43.
TAUHID
Allah swt. kberfirman :
“Dan Tuhan kamu sekalian adalah
Tuhan Yang Esa.” (Qs. Al-Baqarah :163).
Rasulullah saw. bersabda :
“Ada seseorang dari generasi
sebelum zaman kamu sekalian yang sama sekali tidak pernah beramal baik kecuali
bahwa ia bertauhid saja. Orang tersebut berwasiat pada keluarganya, “Bila aku
mati, bakarlah aku dan hancurkanlah diriku, kemudian taburkan separo tubuhku di
darat dan separohnya lagi di laut pada saat angin kencang.” Keluarganya pun
melakukan wasiatnya itu. Kemudian Allah swt. berfirman pada angin, “Kemarikan
apa yang kami ambil.” Tiba-tiba orang tersebut sudah berada di sisi-Nya.
Kemudian Alalh swt. bertanya pada orang tersebut, “Apa yang membebanimu
sehingga kamu berbuat begitu?” Dia menjawab : Karena malu kepada-Mu.” Kemudian
Allah swt. mengampuni-nya (H.r. Bukhari).
Tauhid adalah suatu hubungan
bahwa sesungguhnya Allah swt. Maha Esa, dan mengetahui bahwa sesuatu itu satu,
bisa dikatakan tauhid pula. Dikatakan, Wahhadathu, apabila Anda menyifati-Nya
dengan sifat Wahdaniyah. Seperti dikatakan : “Anda berani dengan si Fulan bila
Anda dihubungkan dengan sifat keberanian (syaja’ah).”
Dari segi etimologi (lughat)
disebutkan, wahhada, yahiddu, fahuwa waahid, wahd dan wahiid. Seperti diucapkan
: Farrada fahuwa faarid, fard dan fariid. Akar kata Ahada, adalah wahada,
kemudian huruf wawu diganti dengan hamzah, sebagaimana huruf-huruf yang
di-kasrah dan dhammah, diganti.
Makna eksistensi Allah swt.
sebagai berifat Esa didasarkan ucapan ilmu. Dikatakan : “Adalah Dzat Yang tidak
dibenarkan untuk disifati dengan penempatan dan penghilagnan.” Berbeda dengan
ucapan Anda, manusia satu, berarti Anda mengatakan, ‘manusia tanpa tangan dan
tanpa kaki.” Sehingga dibenarkan hilangnya sesuatu dari organ manusia.
Sedangkan Allah swt. adalah ketunggalan Dzat.”
Sebagaian ahli hakikat berkata :
“Arti bahwa Allah itu Esa, adalah penafian segala pembagian terhadap Dzat,
penafian terhadap penyerupaan tentang Hak dan Sifat-sifat-Nya, serta penafian
adanya teman yang menyertai-Nya dalam Kreasi dan Cipta-Nya.”
Tauhid ada tiga kategori :
Pertama, tauhdi Allah swt. bagi Allah swt. yakni ilmu-Nya bahwa sesungguhnya
Dia adalah esa. Kedua, tauhidnya Allah swt. terhadap makhluk, yaitu
ketentuan-Nya, bahwa hamba adalah yang menauhidkan dan menjadi ciptaan-Nya,
atau disebut tauhidnya hamba. Ketiga, tauhidnya makhluk terhadap Alalh swt.
yaitu pengetahuan bahwa Allah swt. Yang Maha Perkasa dan Agung adalah Maha Esa.
Ketentuan dan Khabar dari-Nya, menegaskan bahwa Dia adalah Esa. Semua wacana
ini mengandung artian tauhid dalam ungkapan yang ringkas.
Dzun Nuun al-Mishry ditanya
tentang tauhid, ia berkata, “Hendaknya engkau ketahui bahwa kekuasaan Allah
terhadap makhluk ini tanpa ada campur tangan; cipta-Nya terhadap segala sesuatu
tanpa unsur luar; tak ada sebab langsung segala yang ada adalah ciptaan-Nya;
ciptaan-Nya pun tidak ada cacat. Setiap yang terproyeksi dalam gambaran jiwamu
(tentang Alalh), ,maka Allah swt. pasti berbeda.”
Ahmad al-Jurairy berkata : “Tidak
ada bagi ilmu tauhid kecuali sekedar ucapan tentang tauhid saja.”
Al-Junay ditanya seputar tauhid,
jawabnya : Menunggalkan Yang Ditunggalkan melalui pembenaran sifat
Kemanunggalan-Nya, dengan keparipurnaan Tunggal-Nya, bahwa Dia adalah Yanga
Maha Esa, Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dengan menafikan segala
hal yang kontra, mengandung keraguan dan keserupaan; tanpa keserupaan, tanpa bagaimana,
tanpa gambran dan tamsil. Tiada sesuatu pun yang menyamai-Nya, dan Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” Al-Junayd berkomentar : “Bila akal para pemikir
sudah mencapai ujungnya dalam tauhid, akan berujung pada kebingungan.” Saat
kembali ditanya soal tauhid, al-Junayd menjawab : “Suatu makna yang mengandung
rumus-rumus, dan didalamnya terkandung sejumlah ilmu. Sedangkan Alalh
sebagaimana Ada-Nya.”
Al-Hushry berkata : “Prinsip
amaliah tauhid kita mendasarkan pada lima hal : Menghilangkan sifat baru
(hadits); menunggalkan Yang Qadim; menghindari teman (yang mungkar); berpisah
dari tempat tinggal; dan melupakan apa yang diketahui dan tidak.”
Manshur al-Maghriby berkata :
“Tauhid adalah mengugurkan seluruh perantara ketika terliput oleh perilaku
ruhani, dan kembali kepada perantara itu di sisi hukum, sebab
kebajikan-kebajikan tidak akan merubah pembagian, apakah celaka atau bahagia.”
Al-Junayd ditanya soal tahidnya
kalangan khusus. Ia berkata : “Hendaknya hamba menengadahkan di sisi Alalh
swt.; dimana urusan-urusan Allah berlaku di sana dalam lintasan hukum-hukum
kekuasaan-Nya dalam arungan samudera tauhid-Nya, melalui fana’ dari dirinya,
fana’ dari ajakan makhluk dan menjawab ajakannya, melalui hakikat
Wujud-Nya, dan kemanunggalan-Nya dalam hakikat kedekatan pada-Nya, dengan cara
menghilangkan rasa dan geraknya karena Tegaknya Alalh swt. sebagaimana
kehendak-Nya : yaitu sang hamba dikembalikan pada awalnya. Sehingga ia
sebagaimana adanya, sebelum dirinya ada.”
Al-Busyanjy ditanya tentag tauhid
: “Tidak adanya keserupaan Dzat dan tidak adanya faktor penafian sifat.”
Jawabnya.
Sahl bin Abdullah ditanya soal
Dzat Allah swt. Dia menejawab : “Dzat Allah swt. disifati dengan sifat Ilmu,
tetapi tidak bisa dditerka melalui jangkuan, tidak terlihat melalui mata di
dunia. Allah swt. maujud melalui kebenaran iman, tanpa dibatasi, jangkauan dan
penjelmaan. Mata akan memandang di akhirat nanti, yang Tampak di kerajaan dan
kekuasaan-Nya. Makhluk telah tertirai dalam mengenal eksistensi Dzat-Nya. Namun
Allah swt. menunjukkan melaui ayat-ayat-Nya. Hati mengenal-Nya, sedang akal
tidak menemukan-Nya. Orang-orang yang beriman melihat-Nya dengan mata hati
tanpa adanya jangkauan dan penemuan ujungnya.”
Al-Junayd berkata : “Kata-kata
paling mulia dalam tauhid adalah apa yang telah diucapkan oleh Abu Bakr
ash-Shiddiq r.a. : “Maha Suci Dzat Yang tidak menjadikan jalan bagi
makhluk-Nya untuk mengenal-Nya, kecuali dengan cara merasa tak berdaya
mengenal-Nya.”
Al-Junayd mengomentarinya :
“Diaksudkan oleh Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. bahwa Allah swt. itu tidak bisa
dikenal. Sebab menurut ahli hakikat, yang dimaksud dengan tidak berdaya,a dalah
tak berdaya dari maujud, bukan tak berdaya dalam arti tiada sama sekali
(ma’dum). Seperti tempat duduk, ia tak berdaya dari duduknya seseorang. Karena
ia tidak bisa berupaya dan berbuat. Sedangkan duduk itu sendiri maujud di
dalamnya. Begitu pula orang yang ‘arif (mengenal Allah swt.) tak berdaya dengan
ma’rifatnya. Sedangkan ma’rifat itu maujud di dalam dirinya, karena sifatnya
yag langsung. Menurut kalangan Sufi, Ma’rifat kepada Allah swt. pada ujung
terakhirnya adalah bersifat langsung. Ma;rifat yang dilakukan melalui usaha
hanya ada pada permulaan, walaupun ma;rifat itu merupakan hakikat.” Ash-Shiddiq
r.a. sedikitpun tidak memperhitungkan ma’rifat yang disandarkan pada ma’rifat
langsung, seperti lampu, ketika matahari terbit dan cahayanya membias pada
lampu itu.”
Al-Junayd berkata : “Tauhid yang
dianut secara khusus oleh para Sufi, adalah menunggalkan Yang Qadim jauh dari
yang hadits, keluar meninggalkan tempat tinggal, memutus segala tindak dosa,
meninggalkan yang diketahui ataupun tidak diketahui, dan Allah swt. berada
dalam keseluruhan.”
Yusuf ibnul Husain berkata :
“Siapa yang tercebur dalam samudera tauhid, tidak akan bertambah dalam waktu
yang berlalu, kecuali rasa dahaga yang terus menerus.”
Ada seseorng berhenti, lantas
bertanya kepada Husain bin Manshur : “Siapakah Tuhan Yang Maha Benar,
sebagaimana yang ditunjukkan kaum Sufi?” Husain menjawab : “Dia-lah Sang
Penyebab hidup manusia, dan Dia tidak disebabkan oleh apa-pun.”
Al-Junayd berkata : “Ilmu tauhid
memisah dengan eksistensinya, dan eksistensinya berpisah dengan ilmunya.”
Al-Junayd berkata pula : “Ilmu tauhid melipat hamparannya sejak duapuluh tahun.
Sedangkan manusia sama-sama membincangkan dalam hatinya.”
Dulaf asy-Syibly berkata : “Siapa
yag meliaht sebiji sawi ilmu tauhid, ia akan lunglai membawa sisa-sisa
kulitnya, karena berat bebannya.”
Dulaf as-Syibly ditanya tentang
tauhid yang hanya diucapkan melalui lisan kebenaran secara tersendiri. Beliau
berkata : “Celaka Anda!” Siapa yang menjawab tauhid melalui ungkapan ibarat,
dia telah menyimpang. Dan siapa yang menjelaskan lewat isyarat, berarti
pengikut dualisme. Siapa yang menunjukkan lewat isyaratanya pada tauhid,
berarti ia menyembah berhala. Siapa yang bicara dalam tauhid, berarti ia alpa.
Namun siapa yang diam dari tauhid, berarti dia bodoh. Siapa yang menganggap
dirinya telah sampai kepada-Nya, berarti dia tidak sukses. Barangsiapa merasa
dirinya dekat dengan-Nya, sebenarnya ia jauh dari-Nya. Siapa yang merasa
menemukan-Nya, berarti telah kehilangan. Semua yang Anda istimewakan melalui
pandang khayal Anda, dan Anda temukan melalui akal dalam pengertian yang lebih
sempurna, maka sebenarnya semua itu terlempar dan tertolak pada Anda. Semua
merupakan sesuatu yang dicipta dan terbuat seperti eksistensi Anda sendiri.”
Yusuf ibnul Husain berkata :
“Tauhidnya orang khusus, yaitu tauhid itu total dengan batin, ekstase dan
kalbunya. Seakan-akan ia bediri di sisi Allah swt. mengikuti aliran yang
berlaku dalam aturan-Nya dan hukum-hukum Qudrat-Nya, mengarungi lautan fana’
dari dirinya, hilangnya rasa karena tegak-Nya al-Haq Yang Maha Suci dan Luhur
dalam kehendak-Nya, Maka, sebagaimana dikatakan, bahwa ia hendaknya berada
dalam arus ketentuan Allah swt.”
Dikatakan : “Tauhid hanya bagi
Allah swt. sedangkan makhluk hanyalah benalu.”
Dikatakan : “Tauhid berarti
mengugurkan “kekuatan” karenanya jangan bicara : “Bagiku, denganku, dariku dan
kepadaku.”
Abu Bakr ath-Thamastany ditanya :
“Apakah tauhid itu?” Beliau menjawab : “Yaitu tauhid, muwahhad dan muwahhid,
semuanya berjumlah tiga.”
Ruwaym bin Ahmad berkata :
“Tauhid berarti melebur unsur-unsur kemanusiaan, dan manunggal dengan
Ketuhanan.
Saya mendengar Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq r.a. berkata menjelang akhir hayatya, di saat sakitnya mulai parah :
“Salah satu tanda keteguhan hati, adalah memelihara tauhid dalam waktu-waktu
kenetuan huku,”. Kemudian beliau berketa seperti seorang mufassir yang
mengisyaratkan apa yang terjadi dalam perilaku ruhaninya, “Yaitu Anda dipotong
oleh gunting-gunting takdir, dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan,
sepotong-potong, sedang Anda tetap bersyukur dan memuji.”
Asy-Syibly berkata : “Tak akan
mencium bau tahid, orang gyang tergambar dalam dirinya sesuatu tentang tauhid.”
Abu Sa’id Ahmad al-Kharraz
berkata : “Tahap mula bagi orang yang menemukan ilmu tauhid dan membenarkannya
adalah fana’ dari ingatan atas segala hal dari hatinya, kecuali hanya kepada
Alalh swt.”
Asy-Syibly berkata pada seseorang
: “Apakah Anda mengerti, mengapa tauhid Anda tidak sah?” Maka dijawab sendiri
oleh asy-Syibly : “Karena Anda mencarinya melalui diri Anda.”
Ibnu Atha’ berkata : “Tanda-tanda
hakikat tauhid adalah melupakan tauhid, yaitu bahwa yang berdiri tegak dengan
tauhid hanya Sat.”
Dikatakan : “Pada diri manusia
ada golongan yang dalam tauhidnya terbuka melalui perbuatan, melihat segala
ciptaan ini bersama Allah swt. Diantaranya ada yang terbuka melalui hakikat,
sehingga perasaannya membuang segala hal selain Allah swt, maka dia menyaksikan
kesatuan (al-Jam’u) secara batin. Dan lahiriahnya, melalui lewat diskripsi
keragman.”
Al-Junayd ditanya tentang tauhid
: “Aku mendengar orang bersayir :
Betapa kaya hatiku
Menjadi kaya seperti Dia
Kami sebagaimana mereka ada
Dan mereka sebagaimana kami ada.”
Ditanyakan kepada al-Junayd :
“Keahlian Anda (di bidang) Al-Qur’an dan Haditst?” Al-Junayd menjawab : “Tidak.
Tetapi orang yang menunggalkan-Nya meraih tauhid tertinggi dan ucapan terendah
dan teringan.”
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :