بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
CINTA KEPADA ALLAH DIAWALI DENGAN TAUBAT & TALQIN
Pohon Talqin Lâ Ilâha Illallâh
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengungkapkan pentingnya ber-talqin kepada
wali Musryid sebelum melakukan proses lebih lanjut dalam bimbingan
ruhani tarekat/tasawuf, sebab menurutnya, Allah SWT telah berfirman,
“Dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat
takwa.” (QS. Al-Fath [48]: 26), yakni kalimat Lâ Ilâha Illallâh, dengan
sy
arat kalimat tersebut (sebagai talqin)
diambil dari orang yang kalbunya bertakwa sempurna dan suci dari segala
sesuatu selain Allah.
Bukan, sekadar kalimat Lâ Ilâha
Illallâh yang diambil dari mulut orang awam. Meski lafadznya satu,
tetapi bobotnya berbeda. Bibit Tauhid yang hidup tentu saja diambil dari
hati yang hidup, sehingga bibitnya berkualitas. Sedangkan, bibit yang
tidak berkualitas tidak akan dapat tumbuh dengan baik. Maka, kalimat
tauhid yang diturunkan dalam Al-Qur’an memiliki dua makna.
Pertama, kalimat tauhid, Lâ Ilâha Illallâh yang memiliki makna lahir
saja. Sebagaimana, firman Allah SWT,“Apabila dikatakan kepada mereka, Lâ
Ilâha Illallâh mereka menyombongkan diri.” (QS. Ash-Shâffât [37]: 35)
Kalimat Lâ Ilâha Illallâh yang dimaksud dalam ayat ini merupakan hak
bagi orang awam.
Kedua, Allah SWT menurunkan kalimat Lâ Ilâha
Illallâh disertai dengan pengetahuan yang hakiki. Allah SWT berfirman,
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan
mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, lelaki
dan perempuan.” (QS. Muhammad [47]: 19)
Ayat ini menjadi
Sababun Nuzul bagi adanya talqin zikir untuk orang-orang khusus yang
ingin wushûl kepada Allah. Sebagaimana yang diungkapkan pengarang Kitab
“Bustân Asy-Syâri’ah” diterangkan, “Orang yang pertama kali menginginkan
jalan terdekat kepada Allah, terunggul, tetapi termudah melalui Nabi
SAW ialah Ali bin Abi Thalib RA. Ketika Sayyidina Ali RA meminta,
Rasulullah tidak langsung menjawab tetapi menunggu wahyu. Maka,
datanglah Jibril dan menalqinkan kalimah Lâ Ilâha Illallâh 3 kali dan
Nabi mengucapkannya tiga kali. Selanjutnya, Nabi SAW mendatangi para
Sahabat dan Nabi SAW menalqin para Sahabat secara berjamaah.”
Nabi SAW bersabda, “Kita telah kembali dari perang kecil ke perang besar yakni perang melawan hawa nafsu.” (HR. Al-Baihaqi).
Rasulullah SAW juga bersabda, “Musuhmu yang paling utama ialah nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu.” (HR. Al-Baihaqi)
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, “Mahabbah (cinta) kepada Allah
tidak akan tercapai, kecuali setelah engkau melumpuhkan musuh-musuh-Nya
yang ada di dalam wujudmu sendiri.. Seperti halnya, nafsu amarah,
lawamah, dan mulhamah, setelah terlumpuhkan maka lantas membersihkan
diri dari sifat-sifat bahimiyah (binatang jinak) yang tercela, seperti
makan, minum, tidur dan bercanda yang berlebihan. Juga membersihkan hati
dari sifat-sifat sabu’iyyah (binatang buas), seperti marah, mencaci,
memukul, memaksa. Juga membersihkan diri dari dari sifat syaitaniyah
(sifat-sifat setan), seperti sombong, ujub, hasad, dengki, dendam, dan
dari sifat-sifat badan dan hati yang tercela lainnya.
Jika Anda
sudah bersih dari sifat-sifat tercela tadi, berarti Anda sudah bersih
dari sumber dosa. Maka Anda termasuk orang-orang suci dan ahli tobat.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah
[2]: 222)
Adapun orang yang hanya bertobat dari dosa lahiriah
saja maka tidak termasuk yang disinggung ayat ini. Meskipun dia bisa
juga disebut tâ’ibun (orang yang bertobat), tetapi belum menjadi tawwab
(orang-orang yang bertobat dengan sebenar-benarnya). Kata tawwâb dalam
bahasa Arab ini menggunakan shigah mubâlaghah atau superlatif yang
dimaksud adalah tobatnya orang-orang yang khusus (al-khawwâsh).
Perumpamaan orang yang tobat dari dosa lahiriah saja adalah seperti
orang yang memotong rumput tapi di batangnya saja. Dia tidak mau
berusaha mencabutnya dari akar. Maka, pasti nantinya akan tumbuh
kembali, bahkan lebih lebat dari sebelumnya. Berbeda dengan orang yang
bertobat secara sungguh-sungguh dari dosa akhlak-akhlak buruk. Ia
seperti orang yang mencabut rumput hingga akar-akarnya. Maka, dapat
dipastikan ia tidak akan tumbuh lagi, kalaupun ada itu termasuk kasus
yang langka.”
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, posisi
talqin di sini—seperti orang memotong rumput—adalah alat untuk
“memotong” segala sesuatu selain Allah SWT dari hati orang yang
di-talqin. Seperti yang kita ketahui, orang yang tidak mau “memotong”
“pohon pahit” (tidak mau menempuh perjalanan pahit) tidak akan mampu
sampai pada tempat “pohon manis”. Berpikirlah wahai manusia yang
memiliki pandangan hati. Semoga engkau berbahagia (dan wushûl kepada
Allah).
Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang menerima tobat
dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahn-kesalahan.” (QS. Asy-Syûrâ
[42]: 25) Allah SWT juga berfirman, “Kecuali orang-orang yang bertaubat,
beriman, dan beramal saleh maka kesalahan mereka diganti oleh Allah
dengan kebaikan.” (QS. Al-Furqân [25]: 70)”
--Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani dalam Sirrul Asrar
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :