بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Mendidik Jiwa
Asy-Sya’rani
Diantara
perilaku yang harus dilakukan murid hendaknya selalu berjuang melawan
nafsu
untuk meninggalkan segala kesenangannya. Mereka mengatakan, “Barangsiapa
selalu menyetujui kesenangan nafsunya maka akan kehilangan kejernihan
hatinya.” Allah Swt. memberi wahyu
kepada Nabi Dawud as., “Wahai Dawud, berhati-hatilah dan peringatkan
kaummu agar tidak makan dengan menuruti kesenangan nafsu. Sebab hati
orang-orang yang mengikuti kesenangan nafsu akan terhalang dari-Ku.”
Hal ini akan mustahil bila seorang
hamba tidak berusaha berjuang (mujahadat) melawan nafsunya sampai pada
batas akhir. Sebab al-Haq Swt. barangkali memberi anugerah kepadanya
dengan tidak adanya hijab, sementara ia makan dengan kesenangan yang
diperkenankan sebagai nikmat yang disegerakan dan apa yang seharusnya
diberikan di akhirat tanpa harus mengurangi sedikit pun dari nikmat
akhirat, sebagai sedekah dari Allah kepada hambaNya.
Mereka menganggap termasuk kefasikan orang-orang arif yang secara
leluasa menikmati kehidupan duniawi dan kesenangannya ketika kondisi
spiritualnya telah sempurna. Sebab hal itu akan menyesatkan para
pengikutnya, sehingga dosa para pengikutnya akan dipikulkan kepada
mereka. — Dan hanya AllahYang Maha tahu.
AKIBAT MERUSAK PERJANJIAN
Dan
diantara perilaku seorang murid hendaknya senantiasa menjaga janji yang
sudah diikatnya bersama Allah Swt. untuk selalu bertobat dari segala
dosa yang pernah ia lakukan. Kalau ia sampai mengingkari dan merusak
janji, maka ini termasuk dosa terbesar, yang dianggap bentuk riddah
(murtad) dari sebagian agamanya, dan hampir saja akan terjadi kemurtadan
dari seluruh agamanya. Pepatah mengatakan, “Maksiat adalah pos
(pengantar) kekufuran.”
Dalam suatu Hadis disebutkan: Bahwa Rasulullah Saw. di hari Kiamat
nanti akan melihat beberapa kaum dari umatnya yang dibawa ke kelompok
kiri (neraka), kemudian Nabi berkata, “Wahai Tuhan, itu umatku!” Lalu
beliau dijawab, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka
kerjakan setelah engkau mati. Sesungguhnya mereka telah kembali (murtad)
mundur ke belakang dengan kekalahan. “Akhirnya Nabi berkata,
“Benar-benar celaka dan hancur!” Sebagian ulama mengatakan, bahwa mereka
tidak murtad dari dasar agamanya. Mereka hanya dianggap murtad karena
telah meninggalkan perbuatan dari cabang-cabang (furu’) agamanya, dengan
bukti bahwa Nabi akan memberi syafaat kepada mereka ketika kemarahan
Tuhan telah menjadi tenang dan disetujui untuk memberi syafaat.
KEBAIKAN BERADA PADA MENGIKUTI SUNAH DAN KEJELEKAN BERADA PADA TINDAKAN BID’AH
Imam
Abu al-Qasim al-Qusyairi —rahimahullah— mengatakan: “Tidak sepantasnya
seorang murid berjanji kepada Allah Swt. untuk melakukan sesuatu yang
bukan termasuk bagian yang diperintahkan Allah Swt. Sebab di dalam
hal-hal yang dibenci (makruhat) syariat terdapat sesuatu yang tidak
memerlukan hal itu.”
Kemudian kadang si murid tidak mendapatkan pertolongan atas apa yang
telah menjadi perjanjian dengan Tuhannya, karena tidak masuk di bawah
sumber utama apa yang disyariatkan-Nya. Sebab Allah Swt. tidak menjamin
pertolongan kecuali kepada orang yang berada di bawah perintah yang
disyariatkan-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. Dalam al-Qur’an
disebutkan:
“Dan mereka menciptakan kependetaan
(rahbaniah), padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, (tetapi
mereka sendiri yang menciptakannya sebagai model baru) untuk mencari
keridhaan Allah. Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan
yang semestinya.” (Q.s. al-Hadid: 27).
Maka seluruh kebaikan hanya berada
pada mengikuti apa yang disyariatkan, sedangkan kejelekan berada pada
menciptakan bentuk baru (bid’ah).
Dan diantara perilaku murid, hendaknya memperpendek angan-angannya,
sehingga ia bisa bersungguh-sungguh dalam melakukan ketaatan dan
menjauhi apa yang dilarang. Sebab orang yang angan-angannya terlalu
tinggi mesti akan menunda-nunda kebaikan dan akan tercebur dalam
pelanggaran syariat. Kemudian diri (nafsu)nya akan mengatakan, “Bila
ajalmu telah dekat maka bertobatlah kepada Allah atas segala pelanggaran
yang telah kamu lakukan. Dan seakan-akan kamu tidak pernah berbuat dosa
sama sekali, sebab orang yang telah bertobat seperti orang yang tak
berdosa!” mi merupakan penipuan terbesar yang dilakukan nafsu anda.
Kenyataan seperti ini cukup banyak dilakukan oleh sebagian besar
manusia.
Oleh karenanya kaum sufi mengatakan: “Sesungguhnya orang fakir sufi
adalah anak waktunya.” Ia tidak akan melihat pada apa yang telah berlalu
dan tidak melihat pada apa yang bakal datang. Sebab dengan melihat ke
belakang dan ke depan hanya akan menelantarkan waktu yang sedang
berlangsung. Merekajuga mengatakan: “Setiap orang yang melihat kepada
amalnya dengan menunda-nunda, maka umurnya akan hilang sia-sia, dan
tidak akan bisa menuai tanamannya. Akhirnya ia rugi dunia dan akhirat.”
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
MAQAM TAJARRUD
Dan
diantara perilaku murid, hendaknya tidak memperhatikan profesi yang
telah maklum atau pengeluaran kebutuhan sehari-hari atau ongkos sewa
rumah. Pikirannya hendaknya tidak berkaitan dengan hal-hal di atas.
Dalam tarekat ia harus berusaha keras untuk memerangi kesenangan
nafsunya, sampai tidak punya lagi perhatian terhadap sesuatu selain
Allah. Barangsiapa tidak mau berusaha memerangi nafsunya maka tidak akan
ada sesuatu yang muncul darinya dalam menempuh tarekat, sebab tidak
lagi memperhatikan hal-hal yang menjadi kebalikan dan hal-hal yang
menjadikan peningkatan spiritual.
Ahmad ar-Rifa’i —rahimahullah— mengatakan: “Gelapnya kecenderungan
pada hal-hal yang sudah maklum bisa memadamkan sinar waktunya.”
Saya mendengar Tuan Guru Ali al-Murshifi —rahimahullah— mengatakan:
Barangsiapa duduk di antara kaum fakir sufi yang tinggal di pemondokan,
kemudian dia masih menoleh kepada hal-hal duniawi yang sudah maklum,
maka dia akan berhenti dalam perjalanan dan akan merusak kaum fakir sufi
yang lemah yang tinggal di pemondokan. Dia akan memikul semua dosa
tersebut. Oleh karenanya, ia harus keluar dari pemondokan. Sebab
pewakafan untuk dibuat pemondokan atau apa saja yang dihadiahkan di
sana, hanyalah bertujuan mengantarkan orang-orang yang telah bisa
meninggalkan dunia dan hanya menyibukkan diri dengan beribadah kepada
Allah Azza wa-Jalla. Maka orang yang mewakafkan atau yang memberi hadiah
hanya karena Allah Swt. akan menjadi senang bila itu menjadi barang
wakaf atau hadiah untuk orang-orang fakir yang punya kesibukan di atas.
Sehingga seorang fakir sufi yang tinggal di pemondokan dan tidak mau
menyibukkan diri dengan Allah Azza wa-Jalla, lalu dia makan dari makanan
yang ada di pemondokan, berarti dia makan makanan haram, sebagaimana
yang disyaratkan orang yang mewakafkannya. Sebab andaikan dia melihatnya
tidak menyibukkan diri dengan Allah, tentu dia tidak akan mewakafkan
apa pun kepadanya. Bahkan dia akan mengatakan, “Keluarlah, dan bekerja
bersama para pedagang yang ada di pasar.”
CITA-CITA MULIA
Seorang
murid hendaknya tidak menerima wakaf dari perempuan atau orang yang
sudah berusia lanjut dan mereka yang memiliki pekerjaan, sekalipun
mereka datang dengan membawa pemberian tersebut tanpa diminta lebih
dahulu. Sebab diantara syarat masuk tarekat adalah memiliki cita-cita
luhur. Maka barangsiapa rela di bawah pemberian seorang perempuan atau
perempuan tua yang tidak mampu bekerja berarti ia orang yang memiliki
cita-cita rendah dan tingkatan di bawah tingkatan perempuan tersebut.
Maka dia jauh dari tarekat.
Saya mendengar Tuan Guru Ali al-Murshifi berkata: “Bila anda melihat
seorang murid membaca (al-Qur’an) di atas kuburan dan ia menerima
pemberian dari perempuan, maka jauhkan tangan anda darinya. Barangsiapa
mengambil keringanan syariat dalam masalah tersebut tanpa ada kebutuhan,
berarti dia seorang pemburu dunia. Sementara pemburu dunia tidak akan
bisa sukses dalam suluk tarekat menuju akhirat.” Lebih lanjut ia
mengatakan:
“Seorang guru tarekat tidak boleh mengambil sumpah dari murid seperti
ini dan tidak boleh membimbingnya dzikir. Kalau sang guru melakukannya
berarti meremehkan tarekat.”
Imam al-Qusyairi mengatakan: “Saya telah menghitung pesan-pesan
(wasiat) para guru di berbagai daerah kepada para murid, hendaknya tidak
menerima wakaf dari kaum perempuan. Sebab hal itu termasuk perusak yang
tidak jelas. Dimana pada akhirnya sang murid dengan watak dasar
manusiawinya akan condong kepada orang yang berbuat baik kepadanya,
sehingga hatinya akan rusak secara total.” Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Pengasih.
LARANGAN UNTUK DUDUK BERSAMA ORANG-ORANG YANG LUPA ALLAH
Seorang
murid harus menjauhi berteman dan dudukbersama orang-orang yang lupa
Allah dan kalangan pemburu dunia dan pedagang. Sebab duduk bersama
mereka merupakan racun yang mematikan bagi si murid, karena lemahnya si
murid dan seringnya mereka melupakan Allah dan menyibukkan diri dengan
masalah-masalah dunia, Seperti makanan, pakaian, perempuan yang dinikahi
dan Sebagainya. Sehingga mencintai hal-hal yang berkaitan dengan dunia
akan mencuri watak dasar manusiawi Si murid. Sedangkan pekerjaan Si
murid hanyalah berusaha membuang hal- hal yang berkaitan dengan duniawi.
Padahal kalau mampu, para pemburu dunia akan memanfaatkan Si fakir, dan
ini merupakan kekurangan bagi Si fakir. Allah Swt. berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan
dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, sementara masalahnya
sangat melewati batas.” (Q.s. al-Kahfi: 28).
Kami tidak pernah melihat seorang murid pun yang bergaul dengan para
pemburu dunia kecuali hatinya akan mati dan tidak ada kecenderungan
untuk mengikuti majelis dzikir, tidak ada keinginan untuk bangun malam,
dan tidak ada lagi faktor yang mendorong untuk melakukan hal-hal
tersebut.
Tuan Guru Muhammad al-Ghamari ketika melihat murid yang sering kali
duduk di pintu mesjid bersama para pemburu dunia, maka akan mengusirnya
dari pemondokannya sembari berkata, “Sesungguhnya pemondokan hanyalah
digunakan untuk beribadah dan menutup mata untuk tidak lagi melihat
hal-hal yang menjadi kesenangan nafsu. Maka barangsiapa duduk di depan
pintu pemondokan maka tidak ada bedanya dengan duduk di pasar.”
Demi Allah, sungguh hal itu akan mempengaruhi orang fakir sufi bila
perangkapnya sudah berkembang pada majelis-majelis kebaikan dan akan
mengotorinya. Karena saya tahu bahwa hal itu akan mencerai-beraikan
hatinya dan mematikannya. Semoga Allah mengampuni orang-orang yang tidak
mau menerima nasihatku.
PENYAKIT-PENYAKIT HATI
Seorang
murid hendaknya menjauhi segala perbuatan yang dapat mematikan hati,
seperti banyak melakukan hal-hal yang tak bermanfaat dan lupa dengan
Allah. Maka hal itu termasuk hal yang sangat ampuh untuk mematikan hati.
Sedangkan pekerjaan seorang fakir sufi hanyalah berusaha menghidupkan
hatinya dan jauh dari segala yang menjadikannya lupa dengan Allah. Sebab
hati manusia seperti roda penggilingan tepung, bila roda ini rusak maka
semuanya akan rusak. Sementara penggilingan tepung hanya memiliki satu
roda penggerak, dan bila ada dua roda penggerak maka tidak bisa
berfungsi.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :