بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Biografi KH M Munawwir (1870—1941)
KH Muhammad Munawwir lahir di Kauman, Yogyakarta,
dari pasangan KH Abdullah Rosyad dan Khodijah. KH M. Munawwir beristrikan empat
orang, yaitu Ny. R.A. Mursyidah dari Kraton, Ny. Hj. Suistiyah dari Wates, Ny.
Salimah dari Wonokromo, dan Ny. Rumiyah dari Jombang. Ketika istri pertamanya
meninggal dunia, KH M. Munawwir menikahi Ny. Khodijah dari Kanggotan,
Gondowulung.
Sejak kanak-kanak, KH M. Munawwir belajar Al-Qur'an di Bangkalan, sebuah
pesantren yang diasuh oleh KH Maksum. Selain belajar Al-Qur'an, ia juga belajar
ilmu-ilmu keislaman lainnya dari para kiai, seperti KH Abdullah dari Kanggotan
Bantul, KH Kholil dari Bangkalan Madura, KH Sholih dari Darat Semarang, dan KH
Abdur Rahman dari Watucongol Muntilan Magelang. Pada tahun 1888 KH M. Munawwir
meneruskan belajar ke Mekkah dan menetap di sana selama 16 tahun. Dari Mekkah
KH M. Munawwir melanjutkan belajar ke Medinah. Setelah 21 tahun bermukim di
kedua kota suci itu, dan memperoleh ijazah mengajar
tahfiz Al-Qur’an, ia
kembali ke Yogyakarta pada tahun 1911. Selama di Mekah dan Medinah ia
memperdalam Al-Qur'an, tafsir, dan qiraat sab‘ah dari beberapa guru, antara
lain Syekh Abdullah Sanqara, Syekh Syarbini, Syekh Muqri, Syekh Ibrahim
Huzaimi, Syekh Manshur, Syekh Abd. Syakur, dan Syekh Musthafa. Hafalan
Al-Qur'an yang ia kuasai saat belajar di kedua kota suci tersebut lengkap
dengan qiraat sab‘ahnya, sehingga KH M. Munawwir terkenal dengan alim Jawa
pertama yang berhasil menguasai
qiraat sab‘ah.
KH M. Munawwir berguru qiraat sab‘ah kepada Syekh
Yusuf Hajar. Sanad tahfiznya, dengan qiraat Imam ‘Asim menurut riwayat Imam
Hafs, mengambil dari Syekh ‘Abdul Karim ‘Umar al-Badri, dari Syekh Isma‘il
Basyatin, dari Syekh Ahmad ar-Rasyidi, dari Syekh Mustafa ‘Adurrahman al-Azmiri,
dari Syekh Hijazi, dari Syekh ‘Ali bin Sulaiman al-Mansuri, dari Syekh Sultan
al-Mizahi, dari Syekh Saifuddin ‘Ataillah al-Fadali, dari Syekh Sahazah
al-Yamani, dari Syekh Nasiruddin at-Tablawi, dari Syekh Abu Yahya Zakariyya
al-Ansari, dari Imam Ahmad al-Asyuti, dari Imam Muhammad bin Muhammad
al-Jazari, dari Imam Muhammad bin ‘Abdul Khaliq al-Misri, dari Imam Abu
al-Hasan ‘Ali bin Syuja‘, dari Imam Abu al-Qasim asy-Syatibi, dari Imam ‘Ali
bin Muhammad bin Huzail, dari Imam Sulaiman bin Najah al-Andalusi, dari Imam
Abu ‘Amr ‘Usman ad-Dani, dari Imam Tahir bin Galbun, dari Imam Ahmad bin Sahl
al-Asynani, dari Imam ‘Ubaid bin as-Sabah, dari Imam Hafs bin Sulaiman, dari
Imam ‘Asim bin Abi an-Najud, dari Imam ‘Abdurrahman as-Sulami, dari Zaid bin
Sabit, Ubay bin Ka‘b, ‘Abdullah bin Mas‘ud, ‘Ali bin Abi Talib dan ‘Usman bin
‘Affan, yang mengambil langsung dari Rasulullah.
Setelah KH M. Munawwir kembali ke Yogyakarta, ia
mendirikan majelis pengajian, dan merintis berdirinya Pondok Pesantren Krapyak.
Selama kurang lebih 33 tahun menjadi pengasuh PP. Krapyak, KH M. Munawwir
mewariskan ilmu kepada para muridnya, dan kelak tidak sedikit di antara mereka
yang mendirikan pondok pesantren Al-Qur'an. Di antara para muridnya itu adalah
KH Arwani Amin Kudus, KH Badawi Kaliwungu Semarang, K. Zuhdi Nganjuk Kertosono,
KH Umar Mangkuyudan Solo, KH Umar Kempek Cirebon, KH Nor/Munawwir Tegalarum
Kertosono, KH Muntaha Kalibeber Wonosobo, KH Murtadlo Buntet Cirebon, KH M.
Ma‘shum Gedongan Cirebon, KH Abu Amar Kroya, KH Suhaimi Benda Bumiayu, KH
Syatibi Kiangkong Kutoarjo, KH Anshor Pepedang Bumiayu, KH Hasbullah Wonokromo
Yogyakarta, dan KH Muhyiddin Jejeran Yogyakarta.
KH M. Munawwir dikenal sebagai seorang yang
istiqamah dalam beribadah. Salat wajib dan sunnah rutin dikerjakannya. Wirid
Al-Qur'an selalu ia khatamkan sepekan sekali, biasanya setiap hari Kamis. Sifat
muru'ah tercermin dari kerapiannya berpakaian. Ia terus-menerus
mengenakan tutup kepala (kopiah atau serban), berpakaian sederhana, dan
terkadang mengenakan pakaian dinas Kraton Yogyakarta saat menghadiri acara
resmi kraton. KH Munawwir adalah sosok yang memiliki perhatian besar terhadap
keluarga dan para santrinya. Wejangan-wejangan yang ia sampaikan dalam
pengajian secara apik diterapkan dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak
membedakan tamu yang mendatanginya, semua ia sambut dengan baik. Bahkan, ia
sesekali bersilaturahmi kepada keluarga santrinya, begitu pula kepada
tetangganya. KH Munawwir sakit selama 16 hari sebelum meninggal dunia pada
tanggal 11 Jumadil Akhir 1360 H (6 Juli 1942) di rumahnya, di Pondok Pesantren
Krapyak, Yogyakarta. KH Munawwir dikenal sebagai pembuka tradisi tahfiz,
khususnya, di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
(Diringkas dari buku Para Penjaga Al-Qur'an,
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2011).
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :