بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
DZUNNUN ALMISHRY
Sufi agung yang memberikan kontribusi besar terhadap dunia pemahaman dan
pengamalan hidup dan kehidupan secara mendalam antara makhluk dengan sang
pencipta, makhluk dan sesama ini mempunyai nama lengkap al-Imam al-A'rif
al-Sufy al-Wasil Abu al-Faidl Tsauban bin Ibrahim, dan terkenal dengan Dzunnun
al-Misry. Kendati demikian besar nama yang disandangnya namun tidak ada catatan
sejarah tentang kapan kelahirannya.
Perjalanan menuju Mesir
Waliyullah yang bangga dan dibanggakan oleh Mesir ini berasal dari Nubay (satu
suku di selatan Mesir) kemudian menetap di kota Akhmim (sebuah kota di propinsi
Suhaj). Kota Akhmin ini rupanya bukan tempat tinggal terakhirnya. Sebagaimana
lazimnya para sufi, ia selalu menjelajah bumi mensyiarkan agama Allah mencari
jati diri, menggapai cinta dan ma'rifatulah yang hakiki.
Suatu ketika dalam perjalanan yang dilalui kekasih Allah
ini, ia mendengar suara genderang berima rancak diiringi nyanyi-nyanyian dan
siulan khas acara pesta. Karena ingin tahu apa yang terjadi ia bertanya pada
orang di sampingnya : "ada apa ini?". Orang tersebut menjawab : Itu
sebuah pesta perkawinan. Mereka merayakannya dengan nyanyi-nyanyian dan
tari-tarian yang diiringi musik ". Tidak jauh dari situ terdengar suara
memilu seperti ratapan dan jeritan orang yang sedang dirundung duka.
"Fenomena apa lagi ini ?" begitu pikir sang wali. Iapun bertanya pada
orang tadi. Dengan santai orang tersebut menjawab : "Oh ya, itu jeritan
orang yang salah satu anggota keluarganya meningal. Mereka biasa meratapinya
dengan jeritan yang memekakkan telinga ". Di sana ada suka yang
dimeriahkan dengan warna yang tiada tara. Di sini ada duka yang diratapi habis
tak bersisa. Dengan suara lirih, ia mengadu : "Ya Allah aku tidak mampu
mengatasi ini. Aku tidak sanggup berlama-lama tinggal di sini. Mereka diberi
anugerah tidak pandai bersyukur. Di sisi lain mereka diberi cobaan tapi tidak
bersabar ". Dan dengan hati yang pedih ia tinggalkan kota itu menuju ke
Mesir (sekarang Kairo).
Perjalanan ke dunia tasawuf
Banyak cara kalau Allah berkehendak menjadikan hambanya
menjadi kekasihnya. Kadang berliku penuh onak dan duri. Kadang lurus bak jalan
bebas hambatan. Kadang melewati genangan lumpur dan limbah dosa. Tak
dikecualikan apa yang terjadi pada Dzunnun al-Misri. Bukan wali yang
mengajaknya ke dunia tasawuf. Bukan pula seorang alim yang mewejangnya mencebur
ke alam hakikat. Tapi seekor burung lemah tiada daya.
Pengarang kitab al-Risalah al-Qusyairiyyah bercerita bahwa
Salim al-Maghriby menghadap Dzunnun dan bertanya "Wahai Abu al-Faidl
!" begitu ia memanggil demi menghormatinya "Apa yang menyebabkan Tuan
bertaubat dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah SWT ? ".
"Sesuatu yang menakjubkan, dan aku kira kamu tidak akan mampu".
Begitu jawab al-Misri seperti sedang berteka-teki. Al-Maghriby semakin
penasaran "Demi Dzat yang engkau sembah, ceritakan padaku" lalu
Dzunnun berkata : "Suatu ketika aku hendak keluar dari Mesir menuju salah
satu desa lalu aku tertidur di padang pasir. Ketika aku membuka mata, aku melihat
ada seekor anak burung yang buta jatuh dari sangkarnya. Coba bayangkan, apa
yang bisa dilakukan burung itu. Dia terpisah dari induk dan saudaranya. Dia
buta tidak mungkin terbang apalagi mencari sebutir biji. Tiba-tiba bumi
terbelah. Perlahan-lahan dari dalam muncul dua mangkuk, yang satu dari emas
satunya lagi dari perak. Satu mangkum berisi biji-bijian Simsim, dan yang
satunya lagi berisi air. Dari situ dia bisa makan dan minum dengan puas.
Tiba-tiba ada kekuatan besar yang mendorongku untuk bertekad : "Cukup...
aku sekarang bertaubat dan total menyerahkan diri pada Allah SWT. Akupun terus
bersimpuh di depan pintu taubat-Nya, sampai Dia Yang Maha Asih berkenan
menerimaku".
Perjalanan ruhaniah
Ketika si kaya tak juga kenyang dengan bertumpuknya harta.
Ketika politisi tak jua puas dengan indahnya kursi. Maka kaum sufipun selalu
haus dengan kedekatan lebih dekat dengan Sang Kekasih sejati. Selalu ada
kenyamanan yang berbeda. Selalu ada kebahagiaan yang tak sama.
Maka demikianlah, Dzunnun al-Misri tidak puas dengan
hikmah yang ia dapatkan dari burung kecil tak berdaya itu. Baginya semuanya
adalah media hikmah. Batu, tumbuhan, wejangan para wali, hardikan pendosa,
jeritan kemiskinan, rintihan orang hina semua adalah hikmah.
Suatu malam, tatkala Dzunnun bersiap-siap menuju tempat
untuk ber-munajat ia berpapasan dengan seorang laki-laki yang nampaknya baru
saja mengarungi samudera kegundahan menuju ke tepi pantai kesesatan. Dalam
senyap laki-laki itu berdoa "Ya Allah Engkau mengetahui bahwa aku tahu
ber-istighfar dari dosa tapi tetap melakukannya adalah dicerca. Sungguh aku
telah meninggalkan istighfar, sementara aku tahu kelapangan rahmatmu.
Tuhanku... Engkaulah yang memberi keistimewaan pada hamba-hamba pilihan-Mu
dengan kesucian ikhlas. Engkaulah Zat yang menjaga dan menyelamatkan hati para
auliya' dari datangnya kebimbangan. Engkaulah yang menentramkan para wali,
Engkau berikan kepada mereka kecukupan dengan adanya seseorang yang
bertawakkal. Engkau jaga mereka dalam pembaringan mereka, Engkau mengetahui
rahasia hati mereka. Rahasiaku telah terkuak di hadapan-Mu. Aku di hadapan-Mu
adalah orang lara tiada asa ". Dengan khusyu' Dzunnun menyimak kata demi
kata rintihan orang tersebut. Ketika dia kembali memasang telinga untuk
mengambil hikmah di balik ratapan lelaki itu, suara itu perlahan menghilang
sampai akhirnya hilang sama sekali di telan gulitanya sang malam namun
menyisakan goresan yang mendalam di hati sang wali ini.
Di saat yang lain ia bercerita pernah mendengar seorang
ahli hikmah di lereng gunung Muqottom. " Aku harus menemuinya "
begitu ia bertekad kemudian. Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan
iapun bisa menemukan kediaman lelaki misterius. Selama 40 hari mereka bersama,
merenungi hidup dan kehidupan, memaknai ibadah yang berkualitas dan saling tukar
pengetahuan. Suatu ketika Dzunnun bertanya : "Apakah keselamatan
itu?". Orang tersebut menjawab "Keselamatan ada dalam ketakwaan dan
al-Muroqobah (mengevaluasi diri)". "Selain itu ?". pinta Dzunnun
seperti kurang puas. "Menyingkirlah dari makhluk dan jangan merasa tentram
bersama mereka!". "Selain itu ?" pinta Dzunnun lagi.
"Ketahuilah Allah mempunyai hamba-hamba yang mencintai-Nya. Maka Allah
memberikan segelas minuman kecintaan. Mereka itu adalah orang-orang yang merasa
dahaga ketika minum, dan merasa segar ketika sedang haus". Lalu orang
tersebut meninggalkan Dzunnun al-Misri dalam kedahagaan yang selalu mencari
kesegaran cinta Ilahi.
Kealiman Dzunnun al-Misri
Betapa indahnya ketika ilmu berhiaskan tasawuf. Betapa
mahalnya ketika tasawuf berlandaskan ilmu. Dan betapa agungnya Dzunnun al-Misri
yang dalam dirinya tertata apik kedalaman ilmu dan keindahan tasawuf. Nalar
siapa yang mampu membanyah hujjahnya. Hati mana yang mampu berpaling dari
untaian mutiara hikmahnya. Dialah orang Mesir pertama yang berbicara tentang
urutan-urutan al-Ahwal dan al-Maqomaat para wali Allah.
Maslamah bin Qasim mengatakan "Dzunnun adalah seorang
yang alim, zuhud wara', mampu memberikan fatwa dalam berbagai disiplin ilmu.
Beliau termasuk perawi Hadits ". Hal senada diungkapkan Al-Hafidz Abu
Nu'aim dalam Hilyah-nya dan al-Dzahabi dalam Tarikh-nya bahwasannya Dzunnun
telah meriwayatkan hadits dari Imam Malik, Imam Laits, Ibn Luha'iah, Fudail ibn
Iyadl, Ibn Uyainah, Muslim al-Khowwas dan lain-lain. Adapun orang yang
meriwayatkan hadis dari beliau adalah al-Hasan bin Mus'ab al-Nakha'i, Ahmad bin
Sobah al-Fayyumy, al-Tho'i dan lain-lain. Imam Abu Abdurrahman al-Sulamy
menyebutkan dalam Tobaqoh-nya bahwa Dzunnun telah meriwayatkan hadis Nabi dari
Ibn Umar yang berbunyi " Dunia adalah penjara orang mu'min dan surga bagi
orang kafir".
Di samping lihai dalam ilmu-ilmu Syara', sufi Mesir ini
terkenal dengan ilmu lain yang tidak digoreskan dalam lembaran kertas, dan
datangnya tanpa sebab. Ilmu itu adalah ilmu Ladunni yang oleh Allah hanya
khusus diberikan pada kekasih-kekasih-Nya saja.
Karena demikian tinggi dan luasnya ilmu sang wali ini,
suatu ketika ia memaparkan suatu masalah pada orang di sekitarnya dengan bahasa
Isyarat dan Ahwal yang menawan. Seketika itu para ahli ilmu fiqih dan ilmu
'dhahir' timbul rasa iri dan dan tidak senang karena Dzunnun telah berani masuk
dalam wilayah (ilmu fiqih) mereka. Lebih-lebih ternyata Dzunnun mempunyai
kelebihan ilmu Robbany yang tidak mereka punyai. Tanpa pikir panjang mereka
mengadukannya pada Khalifah al-Mutawakkil di Baghdad dengan tuduhan sebagai
orang Zindiq yang memporak-porandakan syari'at. Dengan tangan dirantai sufi
besar ini dipanggil oleh Khalifah bersama murid-muridnya. "Benarkah engkau
ini zahidnya negeri Mesir?". Tanya khalifah kemudian. "Begitulah
mereka mengatakan". Salah satu pegawai raja menyela : " Amir
al-Mu'minin senang mendengarkan perkataan orang yang zuhud, kalau engkau memang
zuhud ayo bicaralah".
Dzunnun menundukkan muka sebentar lalu berkata "Wahai
amiirul mukminin.... Sungguh Allah mempunyai hamba-hamba yang menyembahnya
dengan cara yang rahasia, tulus hanya karena-Nya. Kemudian Allah memuliakan
mereka dengan balasan rasa syukur yang tulus pula. Mereka adalah orang-orang
yang buku catatan amal baiknya kosong tanpa diisi oleh malaikat. Ketika buku
tadi sampai ke hadirat Allah SWT, Allah akan mengisinya dengan rahasia yang
diberikan langsung pada mereka. Badan mereka adalah duniawi, tapi hati adalah
samawi.......".
Dzunnun meneruskan mauidzoh-nya sementara air mata
Khalifah terus mengalir. Setelah selesai berceramah, hati Khalifah telah
terpenuhi oleh rasa hormat yang mendalam terhadap Dzunnun. Dengan wibawa
khalifah berkata pada orang-orang datang menghadiri mahkamah ini : "Kalau
mereka ini orang-orang Zindiq maka tidak ada seorang muslim pun di muka bumi
ini". Sejak saat itu Khalifah al-Mutawaakil ketika disebutkan padanya
orang yang Wara' maka dia akan menangis dan berkata "Ketika disebut orang
yang Wara' maka marilah kita menyebut Dzunnun".
Pujian para ulama' terhadap Dzunnun
Tidak ada maksud paparan berikut ini supaya Dzunnun
al-Misri menjadi lebih terpuji. Sebab apa yang dia harapkan dari pujian makhluk
sendiri ketika Yang Maha Sempurna sudah memujinya. Apa artinya sanjungan
berjuta manusia dibanding belaian kasih Yang Maha Penyayang ?. Dan hanya dengan
harapan semoga semua menjadi hikmah dan manfaat bagi semua paparan berikut ini
hadir.
Imam Qusyairy dalam kitab Risalah-nya mengatakan
"Dzunnun adalah orang yang tinggi dalam ilmu ini (Tasawwuf) dan tidak ada
bandingannya. Ia sempurna dalam Wara', Haal, dan adab". Tak kurang Abu
Abdillah Ahmad bin Yahya al-Jalak mengatakan "Saya telah menemui 600 guru
dan aku tidak menemukan seperti keempat orang ini : Dzunnun al-Misry, ayahku,
Abu Turob, dan Abu Abid al-Basry". Seperti berlomba memujinya sufi
terbesar dan ternama Syaikh Muhiddin ibn Araby Sulton al-Arifin dalam hal ini
mengatakan "Dzunnun telah menjadi Imam, bahkan Imam kita".
Pujian dan penghormatan pada Dzunnun bukan hanya
diungkapkan dengan kata-kata. Imam al-Munawi dalam Tobaqoh-nya bercerita :
"Sahl al-Tustari (salah satu Imam tasawwuf yang besar) dalam beberapa
tahun tidak duduk maupun berdiri bersandar pada mihrab. Ia juga seperti tidak
berani berbicara. Suatu ketika ia menangis, bersandar dan bicara tentang
makna-makna yang tinggi dan Isyaraat yang menakjubkan. Ketika ditanya tentang
ini, ia menjawab "Dulu waktu Dzunnun al-Misri masih hidup, aku tidak
berani berbicara tidak berani bersandar pada mihrab karena menghormati beliau.
Sekarang beliau telah wafat, dan seseorang berkata padaku padaku :
berbicaralah!! Engkau telah diberi izin".
Cinta dan ma'rifat
Suatu ketika Dzunnun ditanya seseorang : "Dengan apa
Tuan mengetahui Tuhan?". "Aku mengetahui Tuhanku dengan Tuhanku
",jawab Dzunnun. "kalau tidak ada Tuhanku maka aku tidak akan tahu
Tuhanku". Lebih jauh tentang ma'rifat ia memaparkan : "Orang yang
paling tahu akan Allah adalah yang paling bingung tentang-Nya".
"Ma'rifat bisa didapat dengan tiga cara: dengan melihat pada sesuatu
bagaimana Dia mengaturnya, dengan melihat keputusan-keputusan-Nya, bagaimana
Allah telah memastikannya. Dengan merenungkan makhluq, bagaimana Allah
menjadikannya".
Tentang cinta ia berkata : "Katakan pada orang yang
memperlihatkan kecintaannya pada Allah, katakan supaya ia berhati-hati, jangan
sampai merendah pada selain Allah!. Salah satu tanda orang yang cinta pada
Allah adalah dia tidak punya kebutuhan pada selain Allah". "Salah
satu tanda orang yang cinta pada Allah adalah mengikuti kekasih Allah Nabi
Muhammad SAW dalam akhlak, perbuatan, perintah dan sunnah-sunnahnya".
"Pangkal dari jalan (Islam) ini ada pada empat perkara: "cinta pada
Yang Agung, benci kepada yang Fana, mengikuti pada Alquran yang diturunkan, dan
takut akan tergelincir (dalam kesesatan)".
Karomah Dzunnun al-Misri
Imam al-Nabhani dalam kitabnya "Jami' al-karamaat
" mengatakan: "Diceritakan dari Ahmad bin Muhammad al-Sulami:
"Suatu ketika aku menghadap pada Dzunnun, lalu aku melihat di depan beliau
ada mangkuk dari emas dan di sekitarnya ada kayu menyan dan minyak Ambar. Lalu
beliau berkata padaku "engkau adalah orang yang biasa datang ke hadapan
para raja ketika dalam keadaan bergembira". Menjelang aku pamit beliau
memberiku satu dirham. Dengan izin Allah uang yang hanya satu dirham itu bisa
aku jadikan bekal sampai kota Balkh (kota di Iran).
Suatu hari Abu Ja'far ada di samping Dzunnun. Lalu mereka
berbicara tentang ketundukan benda-benda pada wali-wali Allah. Dzunnun
mengatakan "Termasuk ketundukan adalah ketika aku mengatakan pada ranjang
tidur ini supaya berjalan di penjuru empat rumah lalu kembali pada tempat
asalnya". Maka ranjang itu berputar pada penjuru rumah dan kembali ke
tempat asalnya.
Imam Abdul Wahhab al-Sya'roni mengatakan: "Suatu hari
ada perempuan yang datang pada Dzunnun lalu berkata "Anakku telah dimangsa
buaya". Ketika melihat duka yang mendalam dari perempuan tadi, Dzunnun
datang ke sungai Nil sambil berkata "Ya Allah... keluarkan buaya
itu". Lalu keluarlah buaya, Dzunnun membedah perutnya dan mengeluarkan
bayi perempuan tadi, dalam keadaan hidup dan sehat. Kemudian perempuan tadi
mengambilnya dan berkata "Maafkanlah aku, karena dulu ketika aku melihatmu
selalu aku merendahkanmu. Sekarang aku bertaubat kepada Allah SWT".
Demikianlah sekelumit kisah perjalanan hidup waliyullah,
sufi besar Dzun Nun al-Misri yang wafat pada tahun 245 H. semoga Allah
me-ridlai-nya.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :