بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
 
Dakwah vs Menakut-nakuti

 Oleh: Dr. KH. A. Mustofa Bisri
Seorang kawan budayawan dari satu daerah di Jawa Tengah yang biasanya  hanya SMS-an dengan saya, tiba-tiba siang itu menelpon. Dengan nada  khawatir, dia melaporkan kondisi kemasyarakatan dan keagamaan di  kampungnya.
Keluhnya antara lain,“Kalau ada  kekerasan di Jakarta oleh kelompok warga yang mengaku muslim terhadap  saudara-saudaranya sebangsa yang mereka anggap kurang menghargai Islam,  mungkin itu politis masalahnya. Tapi ini di kampung, Gus, sudah ada  kelompok yang sikapnya seperti paling Islam sendiri. Mereka dengan  semangat jihad, memaksakan pahamnya ke masyarakat. Sasarannya  jamaah-
jamaah di masjid dan surau. Rakyat pada takut. Bahkan, na’udzu  billah, Gus, saking takutnya ada yang sampai keluar dari Islam. Ini  bagaimana? Harus ada yang mengawani masyarakat, Gus. NU dan Muhammadiyah  kok diam saja ya?” 
Kondisi yang dilaporkan kawan saya itu  bukanlah satu-satunya laporan yang saya terima. Ya, akhir-akhir ini  sikap perilaku keberagamaan yang keras model zaman Jahiliyah semakin  merebak. Hujjah-nya, tidak tanggung-tanggung seperti membela Islam,  menegakkan syariat, amar makruf nahi munkar, memurnikan agama, dsb.  Cirinya yang menonjol : sikap merasa benar sendiri dan karenanya bila  bicara suka menghina dan melecehkan mereka yang tidak sepaham. Suka  memaksa dan bertindak keras dan kasar kepada golongan lain yang mereka  anggap sesat. Seandainya kita tidak melihat mereka berpakaian Arab dan  sering meneriakkan “Allahu Akbar!”, kita sulit mengatakan mereka itu  orang-orang Islam. Apalagi bila kita sudah mengenal pemimpin tertinggi  dan panutan kaum muslimin, Nabi Muhmmad SAW. 
Seperti kita  ketahui, Nabi kita yang diutus Allah menyampaikan firman-Nya kepada  hamba-hamba-Nya, adalah contoh manusia paling manusia. Manusia yang  mengerti manusia dan memanusiakan manusia. Rasulullah SAW seperti bisa  dengan mudah kita kenal melalui sirah dan sejarah kehidupannya, adalah  pribadi yang sangat lembut, ramah dan menarik. Diam dan bicaranya  menyejukkan dan menyenangkan. Beliau tidak pernah bertindak atau  berbicara kasar. 
روى البخاري عن أنس رضي الله عنه قال: لم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم سبابا ولا لماما ولا فاحشا 
Sahabat Anas r.a yang lama melayani Rasulullah SAW, seperti  diriwayatkan imam Bukhari, menuturkan bahwa Rasulullah SAW bukanlah  pencaci, bukan orang yang suka mencela, dan bukan orang yang kasar. 
وروى الترمذي عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال: لم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم فاحشا ولا متفاحشا ولا صخابا في الأسواق 
Sementara menurut riwayat Imam Turmudzi, dari sahabat Abu Hurairah r.a:  Rasulullah SAW pribadinya tidak kasar, tidak keji, dan tidak suka  berteriak-teriak di pasar. 
Ini sesuai dengan firman Allah sendiri kepada Rasulullah SAW di Q. 3: 159, 
“Fabima rahmatin minallaahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhalqalbi lanfadhdhuu min haulika …”  , Maka disebabkan rahmat dari Alllah, kamu lemah lembut kepada mereka.  Seandainya kamu berperangai keras berhati kasar, niscaya mereka  menjauhkan diri dari sekelilingmu…” 
Jadi, kita tidak bisa  mengerti bila ada umat Nabi Muhammad SAW, berlaku kasar, keras dan  kejam. Ataukah mereka tidak mengenal pemimpin agung mereka yang begitu  berbudi, lemah- lembut dan menyenangkan; atau mereka mempunyai panutan  lain dengan doktrin lain. 
Atau mungkin sikap mereka yang  demikian itu merupakan reaksi belaka dari kezaliman Amerika dan  Yahudi/Israel. Kalau memang ya, bukankah kitab suci kita al-Quran sudah  mewanti-wanti, berpesan dengan sangat agar kita tidak terseret oleh  kebencian kita kepada suatu kaum untuk berlaku tidak adil. “Wahai  orang-orang yang beriman, jadilah kalian penegak-penegak kebenaran  karena Allah (bukan karena yang lain-lain!), menjadi saksi dengan adil.  Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong  kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat  kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui  apa yang kalian kerjakan.” (Baca Q. 5: 9). 
Hampir semua orang  Islam mengetahui bahwa Rasulullah SAW diutus utamanya untuk  menyempurnakan budi pekerti. Karena itu, Rasulullah SAW sendiri budi  pekertinya sangat luhur (Q. 68: 4). Mencontohkan dan mengajarkan  keluhuran budi. Sehingga semua orang tertarik . Ini sekaligus merupakan  pelaksanaan perintah Allah untuk berdakwah. Berdakwah adalah menarik  orang bukan membuat orang lari. (Baca lagi Q. 3: 159!). Bagaimana orang  tertarik dengan agama yang dai-dainya sangar dan bertindak kasar tidak  berbudi? 
Melihat perilaku mereka yang bicara kasar dan tengik,  bertindak brutal sewenang-wenang sambil membawa-bawa simbol-simbol  Islam, saya kadang-kadang curiga, jangan-jangan mereka ini antek-antek  Yahudi yang ditugasi mencemarkan agama Islam dengan berkedok Islam.  Kalau tidak, bagaimana ada orang Islam, apalagi sudah dipanggil ustadz,  begitu bodoh: tidak bisa membedakan antara dakwah yang mengajak orang  dengan menakut-nakuti yang membuat orang lari. Bagaimana mengajak orang  mengikuti Rasulullah SAW dengan sikap dan kelakuan yang berlawanan  dengan sikap dan perilaku Rasulullah SAW?
Silahkan Bagikan Artikel ini
 
 
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini. 
Related Posts :