بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
26.
IKHLAS
Friman
Allah swt. :
“Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (Qs. Az-Zumar :3).
Anas bin
Malik r.a menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Belenggu
tidak akan masuk ke dalam hati seorang Muslim jika ia menetapi tiga perkara.
Ikhlas beramal hanya bagi Allah swt. memberikan nasihat yang tulus kepada
penguasa, dan tetap berkumpul dengan masyarakat Muslim.” (Hr. Ahmad,
dikategorikan shahih oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar).
Ikhlas
berarti bermaksud menjadikan Allah swt. Sebagai Satu-satunya sesembahan. Sikap
taat dimaksudkan adalah taqarrub kepada Allah swt. mengesampingkan yang lain
dari makhluk, apakah itu sifat memperoleh pujian atau pun peghormatan dari
manusia. Atatupun konotasi kehendak selain taqarrub kepada Allah swt. semata.
Dapat dikatakan : “Keikhlasan berarti menyucikan amal-amal perbuatan dari
campur tangan sesama makhluk.” Dikatakan juga “Keikhlasan berarti melindungi
diri sendiri dari urusan individu-individu manusia.”
Nabi saw.
ditanya, apakah ikhlas itu? Nabi saw. bersabda :
“Aku
bertanya kepada Jibril as. Tentang ikhlas, apakah ikhlas itu? Lalu Jibril
berkata : “Aku bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah
sebenarnya? Allah swt. menjawab “Suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku
tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang kucintai.” (Hr. Al-Qazwini, riwayat dari
Hudzaifah).
Syeikh
Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Keikhlasan adalah menjaga diri dari campur tangan
makhluk, dan sifat shidq berarti membersihkan diri dari kesadaran akan diri
sendiri. Orang yang ikhlas tidaklah bersikap riya’ dan orang yang jujur
tidaklah takjub pada diri sendiri.”
Dzun Nuun
al-Mishry berkomentar : “Keikhlaan hanya tidak dapat dipandang sempurna,
kecuali dengan cara menetapi dengan sebenar-benarnya dan bersabar untuknya.
Sedangkan jujur hanya dapat dipenuhi dengan cara berikhlas secara terus menerus.”
Abu
Ya’qub as-Susy mengatakan : “Apabila mereka melihat keikhlasan dan dalam
keikhlasannya, maka keikhlasan mereka itu memerlukan keikhlasan lagi.”
Dzun Nuun
al-Mishry menjelaskan : “Ada tiga tanda keikhlasan. Manakala orang yang
bersangkutan memandang pujian dan celaan manusia samasaja; melupakan amal
ketika beramal; dan jika ia lupa akan haknya untuk memperoleh pahala di akhirat
karena amal baiknya.”
Aengenai
ikhlas manusia pilihan (khawwash), keikhlasan datang kepada mereka bukan dengan
perbuatan mereka sendiri. Amal kebaikan lahir dari mereka tetapi mereka
amenyadari perbuatan baiknya bukan dari diri sendiri, tidak pula peduli
terhadap amalnya. Itulah keikhlasan kaum pilihan.”
Abu Bakr
ad-Daqqaq menegaskan : “Cacat keikhlasan dari masing-masing orang yang ikhlas
adalah penglihatannya akan keikhlasannya itu. Jika Allah swt. menghendaki untuk
memurnikan keikhlasannya. Dia akan menggugurkan keikhlasannya dengan cara tidak
memandang keikhlasannya sendiri dan jadilah ia sebagia orang yang diikhlaskan
Allah swt. (mukhlash) bukannya berikhlas (mukhlish).”
Sahl
berkata : “Hanya orang yang ikhlas (mukhlish) sajalah yang mengetahui riya.”
Abu Sa’id
al-Kharraz menegaskan : “Riya kaum ‘arifin lebih baik daripada ikhlas para
murid.”
Dzun Nuun
berkata : “Kekikhlasan adalah apa yag dilindungi dari kerusakan musuh.”
Abu
Utsman mengatakan : “Keikhlasan adalah melupakan padnangan makhluk melalui
perhatian yang terus menerus kepada khlaik.”
Huszaifah
al-Mar’asyi berkomentar : “Keikhlasan berarti bahwa perbuatan-perbuatan si
hamba adalah sama, baik lahir maupun batinnya.”
Dikatakan
: “Keikhlasan adalah sesuatu yang dengannya Allah swt. berkehendak dan
dimaksudkan tulus dalam ucapan serta tindakan.”
Dikatakan
pula : “Keikhlasan berarti mengikat diri sendiri pada kesadaran akan perbuatan
baik.”
As-Sary
mengatakan : “Orang yang menghiasi dirinya di hadapan manusia dengan sesuatu
yang bukan miliknya, berarti tercampak dari penghargaan Allah swt.”
Al-Fudhail
berkata : “Menghentikan amal-amal baik karena manusia adalah riya’, dan melaksanakannya
karena manusia adalah musyrik. Ikhlas berarti Allah menyembunyikan dari dua
penyakit ini.”
Al-Junayd
mengatakan : “Keikhlasan adalah rahasia antara Allah dengan si hamba. Bahkan
malaikat pencatat tidak mengetahui sedikit pun mengenainya untuk dapat
dituliskannya, setan tidak mengetahuinya hingga tidak dapat merusaknya, nafsu
pun tidak menyadarinya sehingga ia tidak mampu mempengaruhinya.”
Ruwaym
menjelaskan : “Ikhlas dalam beramal kebaikan berarti bahwa orang yang
melakukannya tidak menginginkan pahala baik di dunia maupun di akhirat.”
Dikatakan
kepada Sahl bin Abdullah : “Apakah hal terberat pada diri manusia? Ia menjawab
: “Keikhlasan, sebab diri manusia tidak punya bagian di dalamnya.”
Ketika
ditanya tentang ikhlas, salah seorang Sufi menjawab : “Ikhlas berarti engkau
tidak memanggil siapa pun selain Allah swt. untuk menjadi saksi atas
perbuatanmu.”
Salah
seorang Sufi menuturkan : Aku menemui Sahl bin Abdullah pada hari Jum’at di
rumahnya sebelum shalat. Ada seekor ular di rumahnya, hingga aku ragu-ragu
berdiri di pintu. Ia berseru : Masuklah! Tidak seorang pun dapat mencapai
hakikat iman jika ia masih takut pada sesuatu pun di atas bumi.” Kemudian ia
bertanya. “Apakah engkau hendak mengikuti shalat Jum’at? Aku menjawab “Jarak
dari sini ke masjid di depan kita adalah sejauh perjalanan sehari semalam. Maka
Sahl lalu menggandeng tanganku, dan sesaat kemudian kami telah berada di masjid
itu. Kami masuk ke dalam dan shalat, kemudian keluar. Sahl berdiri di sana,
melihat ke arah orang banyak, dan berkata : Banyak orang mengucapkan “Laa
ilaaha Illallaah”. Tapi yang ikhlas amatlah sedikit.”
Makhul
berkata : “Tidak seorang pun hamba yang ikhlas seama empat puluh hari, kecuali
akan mendapatkan sumber hikmah memancar dari hati pada lisannya.”
Yusuf bin
al Husain berkomentar : “Milikku yang paling berharga di atas dunia ini adalah
keikhlasan. Betapa seringnya aku telah berjuang untuk membebaskan hatiku dari
riya’ namun setiap kali aku berhasil, ia muncul dalam warna yang lain!.”
Abu
Sulaiman berkata : “Jika seorang hamba berikhlas, maka terpotonglah waswas dan
riya”.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.